Pilih Laman

Tiati di Jalan, Sist!

17 Des, 2019

Halo, Sobat Muda! Kemarin tanggal 3 Desember, Pedro mengikuti acara 16 RUPA atau 16 Hari Ruang Puan untuk memperingati Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau HAKtP di daerah Kemang, Jakarta Selatan. Pedro datang ke acara itu dan dapat banyak sekali kelimpahan ilmu. Pada hari itu ada Kelas Setiap Hari yang dipandu oleh Ka Neqy dengan tema Kekerasan Seksual di Transportasi Publik dengan judul kelas “Tiati di Jalan, Sist!”. Kata Ka Neqy ternyata kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Pelakunya bisa siapa saja dan bahkan orang yang dekat dengan kita. Korbannya? bisa laki-laki, perempuan, anak-anak, transgender, dan siapapun. Ka Neqy juga memberikan informasi kalo pelecehan di transportasi umum banyak terjadi pada pagi dan siang hari. Hal ini juga dibuktikan oleh Ka Neqy waktu melakukan survei bersama komunitasnya perEMPUan di tahun 2017-2018 lalu. Hasil survei mengatakan bahwa pelecehan seksual di transportasi umum justru terjadi di siang dan sore hari, saat para perempuan pengguna transportasi umum pergi maupun pulang dari sekolah atau kampus. Jadi, kalo kita masih mendengar ocehan bahwa pelecehan seksual terjadi karena suka pulang terlalu malam, maka itu tentu saja tidak benar.

Kekerasan seksual itu adalah tindakan pelaku merendahkan atau meremehkan orang lain, berkenaan dengan seks (jenis kelamin) atau berkenaan dengan perkara persetubuhan antara laki-laki dan perempuan, kata Kak Neqy. Kekerasan seksual dapat berupa tindakan atau ucapan yang dilakukan seseorang untuk menguasai atau memanipulasi orang lain dan membuatnya terlibat dalam aktivitas seksualitas yang tidak diinginkan. Kekerasan seksual juga memiliki unsur-unsur, seperti unsur kekerasan yang berupa paksaan dari salah satu pihak kepada pihak lain dan unsur seksual yang melibatkan aktivitas seksual untuk memberikan kepuasan seksual kepada salah satu pihak.

Nah, gimana ya respon negara? Huft. 

Negara kita belum memberikan payung hukum yang secara khusus membahas kekerasan seksual. Selama ini dasar hukum yang selalu dipakai adalah pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya untuk bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.” Namun bunyi pasal dalam KUHP ini perkosaan diartikan secara sempit, yaitu hanya memasukkan penis ke vagina secara paksa. Sehingga, apabila ada korban yang melapor dengan kasus yang memiliki unsur seksualitas namun tidak melibatkan masuknya penis ke vagina, hal tersebut tidak dianggap sebagai perkosaan atau kekerasan seksual dalam KUHP. 

Kalau kita cermati lagi KUHP itu nih, ternyata perkosaan dalam KUHP itu hanya pada perempuan yang bukan istrinya. Nah, coba kita bayangkan deh, gimana kalau ada kasus-kasus perkosaan yang terjadi di dalam pernikahan. Susah untuk diartikan sebagai perkosaan dong? Pasti tentunya susah juga ditindak secara hukum. Apalagi masih banyak anggapan di masyarakat bahwa apabila belum masuk perkosaan berarti belum termasuk kekerasan seksual. Padahal nih, bentuk kekerasan seksual tidak hanya berupa tindakan seperti perkosaan. Tetapi juga berupa ucapan kepada seseorang seperti siul-siul orang di tempat umum dengan niat menggoda, memegang tubuh seseorang tanpa izin, dan lain-lain masih banyak lagi.

Emangnya ada efek yang diterima oleh korban? 

Tentunya! Efek yang diterima korban itu berat banget, yaitu menimbulkan trauma bagi korban dan bahkan korban berpeluang menjadi pelaku. Efek yang ditimbulkan dari kekerasan seksual ini lebih berat dari kekerasan fisik meskipun tidak terlihat. Ngeri ya! Kemarin itu Kak Neqy juga mengajak para peserta ngobrolin pengalaman yang pernah dilihat atau dialami, bagi peserta yang mau bercerita. Kalo dari hasil ngobrol sih ternyata penting untuk menceritakan kejadian kekerasan seksual. Emang gak mudah, say~ Namun sangat berguna untuk menghilangkan trauma dan bisa menjadi shock therapy bagi pelaku. Seringkali para pelaku gak tertangkap karena gak ada yang mengetahui bahwa pelaku adalah pelaku. Memang! Pedro paham kalo sangat sulit untuk menceritakan kejadian gak enak ke publik, maka dari itu bisa dipilih orang terdekat yang dipercaya. Insyallah, itu membantu. 

Kesulitan korban kekerasan seksual sangat berlapis. Sulit dalam menanggung perasaan kesal, sulit ingin bercerita, takut dihakimi, sulit juga memberikan pembuktian. Kalo kata Kak Neqy sih karena korban yang mengalami kekerasan seksual bisa jadi dilaporkan balik oleh pelaku. Kok bisa sih? Jadi begini, korban kekerasan seksual yang melapor itu memiliki beban yang sangat sulit dan berat, seperti yang Pedro jelaskan di atas bahwa ada perasaaan-perasaan kesal, taku, dan lain-lain. Nah, seringkali korban kekerasan seksual secara spontan melakukan upaya pembelaan dengan memukul atau menampar pelaku. 

Terus, apa yang perlu kita lakukan?

Nah, yang ini juga tak kalah pentingnya, yaitu apabila ada korban pelecehan atau kekerasan seksual, kita tidak boleh menyalahkan dengan berbagai alasan ya, Sobat Muda. Seperti misalnya, kita bilang ke korban “kamu sih pake baju seksi”, “kamu sih pulang malam”, “makanya menikah biar ada yang jagain”. Intinya menyalahkan korban itu gak boleh!

Terus apa yang perlu kita lakukan? Ini dia yang harus kita lakukan apabila bertemu atau mendengarkan cerita korban:

  1. Mendengarkan tanpa menghakimi apalagi menyalahkan;
  2. Keputusan ada di tangan korban. Kalau kita memaksakan saran yang menurut kita baik, justru kita melakukan kekerasan; dan
  3. Kalau kita belum bisa memberikan solusi, setidaknya tidak menambah masalah.

Selain kewajiban penting di atas, Kak Neqy memberikan satu solusi dari sekian banyak solusi untuk aman dan nyaman di jalan dalam upaya pembelaan diri tanpa harus memukul atau menampar pelaku. Caranya, kita harus punya botol semprotan kecil yang bisa diisi ulang. Terus kita isi botol minyak kapak, nah kalau ada pelaku yang mau melakukan pelecehan atau kekerasan seksual tinggal semprotin aja ke mata atau alat vital pelaku. Terus lari deh. Eh, ada lagi beberapa alat yang bisa kamu buat sendiri untuk bepergian dan di bawa kemana-mana, cus baca di tautan berikut oleh @_perEMPUan_

Nah, itu ilmu yang Pedro dapatkan dari acara 16 RUPA peringatan anti kekerasan terhadap perempuan kemarin yang dibuat oleh Geng Beda.

Beranda / Cerita Pedro / Tiati di Jalan, Sist!

Artikel Lainnya

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Share This
Skip to content