Hallo kawan #GengBeda jumpa lagi sama Sesa.
Tepat sebulan yang lalu, kita semua baru saja memperingati hari kontrasepsi sedunia, loh. Ternyata, perjalanan hadirnya kontrasepsi di kehidupan kita, melewati proses yang panjang serta melibatkan banyak perempuan dalam upaya uji coba — yang menyengsarakannya. Kebetulan, Sesa menemukan salah satu film dokumenter di Netflix yang membahas sejarah panjang tentang kontrasepsi. Yuk langsung saja, simak review dari Sesa!
Sejak dahulu kala, memang, eksistensi manusia di dunia ini dihadapkan dengan berbagai masalah pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali. Bahkan, tidak beradab. Maka dari itu banyak hal dilakukan untuk mengurangi dampak kehamilan seperti penggunaan usus hewan yang diawetkan sebagai kondom, diafragma vagina, serta segala benda yang dapat dimasukan ke vagina. Dalam film tersebut juga disebutkan bahwa wol, sutra, tanaman serta kotoran binatang dapat menjadi salah satu pilihan untuk mencegah terjadinya kehamilan, yang tentu saja ini tidak ilmiah.
Perjalanan kontrasepsi di dunia dimulai di era Mediterania Kuno. Pada masa itu, ada tanaman Silphium yang diekspor ke berbagai wilayah untuk kepentingan medis. Ginekolog bahkan menyarankan para perempuan untuk meminum jus Silphium setiap bulan untuk mencegah kehamilan! Sayangnya hingga saat ini, tidak ada yang tahu bagaimana tanaman ini bekerja, karena Silphium sudah punah.
Hingga pada tahun 1900, banyak ilmuwan yang mulai memahami cara bekerja organ reproduksi dan juga cara meretasnya. Sejak saat itulah, uji coba terkait kontrasepsi hormonal dilakukan. Cara utama pengendalian kelahiran hormonal adalah dengan mengubah kadar estrogen dan progesteron yang ada pada tubuh perempuan. Jadi tubuh selalu mengira ada kehamilan sehingga tidak ada sel telur yang dilepaskan.
Pada masa itu, sulit untuk melakukan riset tentang kontrasepsi tanpa menggunakan perempuan sebagai tempat uji coba. Perempuan selalu dianggap lebih dekat dengan risiko kehamilan dan melahirkan. Sesa sedih karena ternyata, proses pemasangan kontrasepsi tidak mendapat konsen perempuan, keputusan cenderung diambil oleh suami dan tenaga medis. Namun, dibalik itu, hadirnya kontrasepsi di dunia mampu mengubah dunia. Semenjak kontrasepsi mulai didistribusikan, saat itu juga lebih banyak perempuan yang bisa melanjutkan pendidikan, memiliki keluarga kecil, serta mampu membantu jutaan keluarga keluar dari kemiskinan.
Pada tahun 1950-an para ilmuwan mulai berhasil menemukan berbagai cara untuk dapat mengendalikan kelahiran secara hormonal. Eits, tetapi keberhasilan tersebut bukan berarti tanpa efek samping. Perempuan yang mencoba berbagai metode kontrasepsi tersebut mengalami berbagai kondisi seperti mual, kenaikan berat badan yang tak terkendali, perubahan mood yang drastis, jerawat, pendarahan, bahkan estrogen síntesis ini juga dapat meningkatkan risiko penggumpalan darah walaupun kemungkinannya kecil.
Pil pertama yang ditemukan bernama Enovid dan Enavid yang dipasarkan di UK dan US. Pil tersebut lebih eksplosif dari dinamit, serta mengandung 10 kali lebih tinggi dari dosis hormon yang diperlukan untuk menunda kehamilan. Pil ini diujicobakan di Puerto Rico karena dianggap miskin dan tidak mampu menanggulangi pertumbuhan penduduk. Hingga film dokumenter ini dibuat, perempuan di Puerto Rico tidak mengetahui bahwa mereka adalah kelinci percobaan. Sedih ya kawan! Percobaan ini membuat ratusan perempuan di Puerto Rico mengalami efek samping serius.
10 tahun berlalu, formulasi lain diujicobakan dan diadakan kongres untuk membicarakan efek samping yang dihadiri oleh semua panel laki-laki. Hal ini tentu mengundang kemarahan banyak perempuan dan mendatangi kongres tersebut untuk melakukan protest. Setelah kongres tersebut, metode kontrasepsi IUD juga mulai populer bagi banyak kalangan, IUD dianggap sebagai alat kontrasepsi yang minim efek samping dan hampir 99% berhasil.
Eits tapi, perjalanan IUD bukan berarti tanpa kegagalan, ada pada masa itu Dalkon Shield yang cacat produksi namun tetap disebarluaskan. Dalkon Shield ini menggunakan benang kontrol tebal yang ternyata dapat menjadi jalan masuk bakteri ke vagina dan rahim. Dalkon Shield hanya beredar di pasaran selama 4 tahun, sayangnya ada 3,3 juta perempuan di dunia yang telah menggunakannya dan menyebabkan 18 perempuan meninggal dunia.
Pil kontrasepsi laki-laki juga pernah ditemukan loh kawan, hanya saja, pil kontrasepsi laki-laki dianggap tidak efektif karena laki-laki tidak mendapat efek samping langsung dari melahirkan dan kehamilan. Hingga pada akhirnya pilihan kontrasepsi laki-laki hanya sebatas pada kondom laki-laki.
Oiya mari kita bicara lebih jauh tentang dampak dari adanya kontrasepsi dari dua negara yaitu Bangladesh dan Indonesia!
Bangladesh merupakan negara yang baru merdeka pada saat kontrasepsi mulai ditemukan. Bangladesh menghadapi masalah perekonomian hingga masalah nilai-nilai konservatisme yang tinggi. Mereka bahkan masih melakukan praktik pengasingan terhadap perempuan. Setelah dilakukan pendistribusian kontrasepsi di desa-desa di Bangladesh, mereka menemukan fakta bahwa, desa yang mendapat intervensi kontrasepsi memiliki tingkat pendidikan dan pendapatan lebih tinggi, memiliki akses lingkungan dan air bersih yang lebih baik serta mampu meningkatkan peluang hidup perempuan hingga 20%!
Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Akses kontrasepsi melalui program keluarga berencana di Indonesia juga dianggap paling berhasil di dunia, dari 5,6 kelahiran selama periode 1967-1970 hingga 2,3 kelahiran pada periode 1996-1999. Penurunan ini dapat dianggap sebagai revolusi, sejak tingkat kesuburan total turun lebih dari setengah pada periode yang relatif singkat (Hull, 2005).
Keberhasilan ini bukan tanpa tantangan, karena perjalanan kontrasepsi di Indonesia juga memiliki sejarah yang tidak kalah panjangnya. Tetapi keberhasilan program keluarga berencana di Indonesia juga sangat dibantu oleh peran tenaga kesehatan dan kader-kader masyarakat yang sangat militan untuk mendistribusikan kontrasepsi di desa-desa di Indonesia. Selain menurunnya jumlah rata-rata kelahiran, program ini juga berhasil menginternalisasi norma keluarga kecil dan berhasil mengubah pandangan masyarakat Indonesia tentang jumlah anak yang harus dimiliki. Siapa sih yang gak pernah dengar semboyan: Dua anak lebih baik!
Mungkin sekian dulu cerita yang bisa Sesa bagikan! Cerita dari Sesa akan berlanjut di cerita berikutnya~
Sumber:
Hull, Terence & Mosley, Henry. 2009. Revitalization of Family Planning in Indonesia. The Government of Indonesia and United Nations Population Fund
Sex Explained: Birth Control. Documentary Film Netflix.
Penulis: Yumna Nurtanty Tsamara