Pilih Laman

Pemerintah Serius Nggak Sih Menyediakan Edukasi Seksualitas pada Anak?

7 Apr, 2020

 

 

Halo kawan #GengBeda! Kali ini Pedro mau bahas sedikit seputar video pelecehan seksual yang viral di Twitter beberapa waktu lalu. Mungkin sebagian dari kalian juga udah ngelihat video ini. Video ini berlatar belakang di sekolah dengan korban dan pelaku yang mengenakan seragam sekolah. Kalau Pedro lihat sih video ini direkam di jam sekolah. Haduh, pas lihat video ini Pedro beneran marah. Kenapa bisa pelecehan seksual terjadi di lingkungan sekolah dan dilakukan oleh anak sekolah?

 

Ternyata nggak cuma Pedro yang ngerasa marah ketika ngelihat video tersebut. Warganet juga beramai-ramai menghujat pelaku. Bahkan, ada petisi online yang menuntut pelaku untuk dihukum. Petisinya ditandatangani oleh lebih dari 18 ribu orang, loh. Nah, dari pihak pemerintah juga ikutan marah, kawan! Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam dan meminta sekolah buat memproses kasus pelecehan tersebut agar pelaku mendapat efek jera.

 

Setelah kejadian tersebut, menurut berita yang Pedro baca nih, pelakunya ditangkap kepolisian dan terancam masuk penjara selama 5 hingga 15 tahun. Hmm, iyaa Pedro tahu sih pelaku itu bersalah. Tapi setelah Pedro pikir-pikir lagi, selain hukuman sebenarnya ada hal yang lebih mendasar loh untuk dilakukan guna mencegah kekerasan atau pelecehan seksual di lingkungan sekolah. Apa itu? Yang bisa jawab Pedro kasih cinta. #Ciaaaaaaa!

 

Ya! Bener banget. Edukasi seksual yang komprehensif jawabannya. Kalau Pedro baca-baca, edukasi seksual buat anak dan remaja sebenarnya udah dijamin sebagai hak oleh dewan PBB melalui Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child, atau  CRC) tahun 1990. Dalam konvensi ini disebutin bahwa segala informasi dan layanan yang berkualitas harus tersedia untuk mendukung anak dan remaja tumbuh dan berkembang. Kemudian di tahun 1994, Konferensi Internasional terkait Pembangunan menyerukan bahwa kesehatan seksual dan reproduksi bagi anak harus dipenuhi, salah satunya melalui pendidikan yang komprehensif. Wow, artinya dunia udah menganggap penting edukasi seks buat anak dan remaja sejak 30 tahun yang lalu!

 

Menurut penelusuran Pedro, edukasi seksual memang wajar dianggap penting. Beberapa penelitian menemukan bahwa edukasi seksual yang komprehensif membuat kita, Pedro dan kawan #GengBeda, mampu melindungi kesehatan reproduksi, kesehatan mental, bahkan martabat. Duh, kok ngeri ya bahas-bahas martabat. Tapi beneran deh. Edukasi seksual membantu kita untuk mengerti makna hubungan dan penghargaan terhadap tubuh kita maupun tubuh orang lain. Gimana nggak? Edukasi seksual yang komprehensif, yang sesuai dengan standar United Nations Population Fund (UNFPA), itu edukasi seksual yang menggunakan pendekatan hak asasi manusia dan mengangkat isu-isu seputar kesetaraan gender, diskriminasi, serta kekerasan seksual.

 

Edukasi seksual komprehensif juga enggak sembarangan karena informasinya harus berbasis riset. Hal ini termasuk informasi tentang kesehatan organ reproduksi, kontrasepsi, penyakit menular, dan lain-lain. Jadi enggak pake mitos! Nah, kalau udah dibekalin dengan segudang informasi faktual dan nilai tentang penghargaan tubuh, Pedro dan kawan #GengBeda akan terhindar dari perilaku cyberbullying ataupun hubungan seksual tanpa persetujuan. 

 

Tapi sayang banget kawan. Di Indonesia edukasi seksual masih menjadi hal yang diperdebatkan banyak orang. Setahu Pedro, edukasi seks belum masuk kurikulum pendidikan. Masih banyak yang takut bahwa edukasi seksual buat kita dapat terjerumus pada kehidupan seks bebas. Menurut Ketua Law and Gender Society (LSG) Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Ibu Sri Wiyanti, salah persepsi ini disebabkan oleh banyak yang melihat edukasi seks sebagai isu moral, bukan kebutuhan. Lebih parah lagi, yang bikin edukasi seks di Indonesia makin susah gerak adalah kehadiran RKUHP yang melarang orang untuk memperlihatkan alat kontrasepsi di depan anak. Hmmm hmm hmm cape deh. Wajar aja nih kalau Indonesia ketinggalan jauh dengan negara lain yang udah ngebahas tentang pendekatan eduaksi seks. Inggris misalnya, mereka mempertimbangkan untuk melakukan pendekatan edukasi seks berbasis internet. 

 

Melihat lambannya Indonesia dalam hal edukasi seks, Pedro jadi ragu sama keseriusan pemerintah Indonesia menangani kasus kekerasan seksual. Menurut Pedro, pemerintah seharusnya nggak jadi pemadam kebakaran kaya kasus video viral di atas. Kalau serius, pemerintah sudah seharusnya mulai mendiskusikan pendidikan seks di lingkungan pendidikan formal maupun non-formal. Karena emang ini akar masalahnya. Kalau sejak dini kita udah bisa mendiskusikan seks tanpa menganggapnya tabu serta mengetahui pentingnya otoritas tubuh, mungkin kasus pelecehan di atas tidak terjadi. Mungkin 123 anak korban kekerasan seksual di institusi pendidikan, seperti yang ditemui oleh KPAI tahun 2019, bisa diselamatkan.

 

Sumber:

 

Inas Widyanuratikah, “Video Pelecehan Seksual Viral, Ini Kata KPAI”, Republika.co.id, diakses pada 19 Maret 2020 melalui https://republika.co.id/berita/q6yuio428/video-pelecehan-seksual-siswa-viral-ini-kata-kpai

 

Wijatnika Ika, “Hukum Siwa Siswi Pelaku Bullying dan Pelecehan Seksual di SMK Bolaang”, Change.org, diakses pada 19 Maret 2020, melalui https://www.change.org/p/kapolda-sulawesi-utara-usut-tuntas-kasus-pelecehan-seksual-dan-bullying-di-smkbolaang-perundunganseksualdibolaang

 

Zakki Amali, “Lima Siswa SMK di Bolaang Mongondow Tersangka Pelcehan Seksual”, Tirto.id, diakses pada 19 Maret 2020, melalui https://tirto.id/lima-siswa-smk-di-bolaang-mongondow-tersangka-pelecehan-seksual-eD4N

 

UNICEF, “Sexual Violence Data”, diakses pada 19 Maret 2020, melalui https://data.unicef.org/topic/child-protection/violence/sexual-violence/

 

Wisnoe Moerti, “Data KPAI, Selama 2019 ada 123 Anak Korban Kekerasan Seksual di Institusi Pendidikan”, Merdeka.com diakses pada 21 Maret 2020, melalui https://www.merdeka.com/peristiwa/data-kpai-selama-2019-ada-123-anak-korban-kekerasan-seksual-di-institusi-pendidikan.html

 

World Health Organisation, “Addresing Sexual Reproductive Health of Adolescents”, diakses pada 21 Maret 2020, melalui https://www.who.int/reproductivehealth/topics/adolescence/background/en/

 

UNFPA, “Comperhensive Sexuality Education”, diakses pada 21 Maret 2020, melalui https://www.unfpa.org/comprehensive-sexuality-education

 

Schneider. M, “Comprehensive Sexual Education as Primary Prevention Strategy for Sexual 

Violence Perpetration”, National Center for Biotechnology Information, diakses pada 22 Maret 2020, melalui https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29720047/

 

Grace Tatter, “Sex Education Goes Beyond Ses”, Graduate School Education of Harvard, diakses pada 22 Maret 2020, melalui https://www.gse.harvard.edu/news/uk/18/11/sex-education-goes-beyond-sex

Patresia Kirnandhita, “Pengetahuan Seks adalah Tabu: Bikin Malu Sekaligus Penasaran”, Tirto.id, diakses pada 22 Maret 2020, melalui https://tirto.id/pengetahuan-seks-adalah-tabu-bikin-malu-sekaligus-penasaran-cEHw

 

Aliansi Nasional Reformasi KUHP, “Pasal Mempertunjukkan Alat Pencegahan Kehamilan dalam RKUHP Mengancam Program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Masyarakat”, ReformasiKUHP.org, diakses pada 22 Maret, melalui http://reformasikuhp.org/pasal-mempertunjukkan-alat-pencegah-kehamilan-dalam-rkuhp-mengancam-program-keluarga-berencana-dan-kesehatan-reproduksi-masyarakat/

 

Luthfi Dzulfikar, “Akademisi Sarankan Cara Tepat Mengajarkan Pendidikan Seks untuk Anak di Indonesia”, The Coversation, diakses pada 22 Maret 2020, melalui https://theconversation.com/akademisi-sarankan-cara-tepat-mengajarkan-pendidikan-seks-untuk-anak-di-indonesia-122627

Beranda / Cerita Pedro / Pemerintah Serius Nggak Sih Menyediakan Edukasi Seksualitas pada Anak?

Artikel Lainnya

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Share This
Skip to content