Categories: Cerita Sesa

Kupas Tuntas Permasalahan Menstruasi di “Period. End of Sentence.”

Sumber: thepadproject.org

Halo kawan #GengBeda! Ketemu lagi dengan Sesa, nih! Pada tanggal 28 Mei tiap tahunnya, kita merayakan Hari Kebersihan Menstruasi alias Menstrual Hygiene Day, loh. Pasti pada belum tahu, ya? Kita tentu sangat familiar dengan kata menstruasi atau haid. Menstruasi atau haid menjadi salah satu tanda pubertas yang dialami oleh perempuan ketika memasuki usia remaja awal. Proses menstruasi atau haid terjadi karena luruhnya dinding rahim akibat sel telur tidak dibuahi. Nah, proses ini yang membuat vagina perempuan mengeluarkan darah setiap masuk masa menstruasi. Biasanya, perempuan mengalami menstruasi sekali dalam satu bulannya. Walaupun ada yang siklusnya tidak satu kali sebulan karena faktor hormonal dan lainnya.

Tapi, apa jadinya jika menstruasi yang alamiah dialami oleh perempuan menjadi hal yang tabu? Tentu kita akan menutupi dan merahasiakan menstruasi yang kita alami karena takut akan diejek, diolok-olok, dan dikucilkan. Mungkin bagi kita di Indonesia, menstruasi bukan lagi menjadi sesuatu yang tabu. Tapi di daerah Harpur yang berjarak 60 kilometer dari New Delhi, India, menstruasi masih dianggap hal memalukan dan menjijikan. Dalam tulisan kali ini, Sesa ingin berbagi cerita mengenai film berjudul Period. End of Sentence. yang bercerita mengenai mestruasi disana.

Dalam film diceritakan bahwa di Harpur, perempuan masih malu untuk membahas masalah menstruasi. Darah yang keluar saat menstruasi dianggap menjijikan dan kotor. Sementara itu, kalangan laki-laki berpikir jika menstruasi tergolong penyakit yang biasa dialami oleh perempuan. Bahkan, siswa di sekolah juga ragu untuk menjawab pertanyaan guru tentang materi pubertas.

Selain masih dianggap tabu, menstruasi juga dianggap masalah karena membatasi ruang gerak perempuan. Perempuan di sana masih kesulitan mendapatkan pembalut untuk menampung darah dari vagina selama menstruasi. Selama ini, mereka menggunakan kain tebal untuk menahan darah dan sulit bagi mereka untuk mengganti kain itu ketika berada di luar rumah. Akhirnya, banyak dari perempuan di Harpur harus berhenti sekolah ketika memasuki masa pubertas karena kesulitan mengganti kain saat menstruasi. Selain itu mereka juga sulit untuk beribadah ke kuil. Banyak leluhur mereka mengatakan jika doa dari perempuan yang sedang menstruasi tidak didengar karena mereka dalam keadaan tidak suci.

Dengan keadaan tersebut, muncullah inisiatif beberapa orang yang ingin mengubah ketabuan dan kerumitan yang dialami perempuan saat menstruasi. Sneha, seorang perempuan muda di Harpur berpikir jika dewi yang dia sembah di kuil juga seorang perempuan sepertinya. Sehingga dia tidak setuju jika perempuan yang menstruasi dianggap kotor dan dilarang masuk ke dalam kuil. Shabana, seorang perempuan yang banyak mensosialisasikan tentang kesehatan reproduksi juga selalu mengajarkan pentingnya menjaga kebersihan vagina ketika menstruasi. Tidak hanya itu, dia juga mulai mengenalkan tentang pembalut kepada perempuan di Harpur.

Sumber: documentary.org

Tidak hanya perempuan, seorang laki-laki bernama Arunachalam turut membantu mengubah situasi tabu di sana. Dia menciptakan mesin pembuat pembalut sederhana dan murah yang mampu memproduksi pembalut bagi perempuan di India. Selama ini, hanya 10% dari perempuan di India yang mampu membeli pembalut. Pembalut yang menjadi kebutuhan dasar bagi perempuan justru menjadi hal yang mewah di sana. Mesin pembuat pembalut ini kemudian didatangkan ke Harpur dan perempuan di sana diajarkan cara membuat pembalut dengan mesin tersebut. Dari sana mereka mulai bisa memproduksi pembalut bagi diri sendiri dan menjualnya kepada warga sekitar dengan harga yang murah. Selain itu, mereka juga mengajarkan cara menggunakan pembalut dan mendemokan bagaimana pembalut mampu menampung darah menstruasi yang keluar dari vagina.

Kedatangan mesin pembalut itu nyatanya membawa perubahan yang cukup besar, tidak hanya membantu mengatasi masalah ketabuan menstruasi dan anggapan buruk tentangnya, tetapi juga membantu perempuan yang memproduksi pembalut di Harpur untuk bekerja dan mandiri. Pembalut yang mereka produksi diberi merk “Fly” yang berarti terbang. Sama halnya dengan keinginan perempuan di sana untuk terbang menemukan kebebasan dan keluar dari batasan-batasan yang selama ini merugikan mereka.

Penulis: Siti Rahayu

admin

Recent Posts

Kutemukan Jalan Ninja, tuk Akses Informasi HKSR secara Aman dan Nyaman!

Halo Kawan #GengBeda! Ketemu lagi dengan Sesa dan Pedro. Kami ingin ngobrol bareng kamu, nih,…

3 tahun ago

Tak selalu kepompong, Konon Beginilah Persahabatan Kawan #Geng Beda

Jumat malam Gema, Sesa, Pedro, Nisa dan Ibnu janjian virtual meeting seperti wiken-wiken sebelumnya. #GengBeda…

3 tahun ago

Ulang Tahun ke-5 RUU P-KS: Kok Masih Sebatas “Rancangan”?

Assalamualaikum ukhti dan akhi kawan #GengBeda. Nisa pusing banget, nih. Data dan fakta tidak cukup…

3 tahun ago

Musim Cancer: Barang Mantan? Buang Aja!

Halo kawan #GengBeda! Ketemu lagi bareng Sesa di musim Cancer ini. Katanya sih goncangan hidup…

3 tahun ago

Kisah Klasik Nisa dan “Si Gemini”

Assalamualaikum ukhti dan akhi! Balik lagi bersama Nisa nih, semoga ngga bosen yah sama Cerita…

3 tahun ago

NISA RECOMMEND: MELIHAT SISI KELAM EKSPLOITASI PEKERJA (ANAK)

Assalamualaikum ukhti dan akhi kawan #GengBeda. Balik lagi nih sama Nisa si remaja masjid yang…

3 tahun ago