Pilih Laman

Kenapa Sih Masih Butuh RUU-PKS?

15 Apr, 2020

Kawan #GengBeda pernah enggak sih dipaksa untuk memakan sayuran yang enggak kalian suka oleh ibu kalian? Bagaimana perasaan kalian? Marah, kesal atau bete?

Perasaan marah, kesal, atau bete itu merupakan respon diri kalian atas ketidaknyamanan kalian karena dipaksa oleh ibu kalian untuk makan sayur. Padahal kalian sama sekali tidak setuju untuk makan sayuran yang dia pilihkan. Sementara paksaan dari ibu kalian muncul karena dia merasa memiliki kuasa atas pilihan makanan yang harus kalian makan.

Nah, logika yang sama juga berlaku dalam masalah soal kekerasan. Dalam kekerasan ada kata kunci yang bisa menandai suatu tindakan sebagai bentuk kekerasan yaitu adanya paksaan dari salah satu atau dua orang kepada orang lain dengan tujuan untuk memiliki kuasa atas orang yang dipaksa.

Salah satu jenis tindakan kekerasan yaitu kekerasan seksual. Kata kunci dalam kekerasan seksual selain paksaan dan memiliki kuasa ialah tindakan dilakukan tanpa consent. Consent artinya persetujuan atau izin dari orang yang bersangkutan. Untuk penjelasan lebih lengkapnya tentang consent kalian bisa baca di Cerita Pedro sebelumnya ya gengs.

Lalu apa sih kekerasan seksual itu? Kekerasan seksual sampai saat ini belum memiliki definisi yang jelas secara hukum. Tapi dalam RUU-PKS (Rancangan Undang-Undang tentang Kekerasan Seksual) kekerasan seksual diartikan sebagai “setiap perbuatan yang menghina, merendahkan, menyerang dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik.”

Pada intinya nih yang harus diingat oleh kawan #GengBeda yaitu jika ada tindakan terhadap tubuh, hasrat seksual, atau fungsi reproduksi yang dilakukan secara paksa tanpa persetujuan yang menyebabkan ketimpangan relasi kuasa/gender itu bisa dikatakan sebagai kekerasan seksual. Dalam kekerasan seksual ada sifat yang khas yaitu efek yang ditimbulkan dari sebuah tindakan itu sangat besar, tapi untuk menangani sebuah tindakan termasuk kekerasan seksual sangat sulit. Kenapa begitu?

Kawan #GengBeda harus tahu kalau misalnya korban kekerasan seksual ini mengalami dampak yang luar biasa setelah kejadian yang menimpanya. Secara fisik para korban bisa mengalami kerusakan organ tubuh misalnya luka di bagian alat vital, pingsan, terkena penyakit menular seksual, hingga meninggal. Sementara secara psikologis korban juga bisa mengalami depresi, fobia, mimpi buruk, ketakutan untuk berhubungan dengan orang lain, bahkan dorongan untuk bunuh diri.

Sayangnya dengan dampak luar biasa seperti disebutkan di atas, kasus kekerasan seksual ini sulit ditangani. Hal ini karena kekerasan seksual masih dianggap aib dan harus ditutupi. Akhirnya korban merasa malu bila kejadian yang dialaminya harus diungkap kepada orang lain, sekalipun itu adalah pihak berwajib. Selain itu korban juga cenderung disalahkan atas kejadian yang dialaminya. Ini membuat korban memilih untuk diam dan bungkam.

Lalu di kalangan awam juga masih ada anggapan kalau kekerasan seksual hanya dialami oleh perempuan. Padahal korban kekerasan seksual juga datang dari kalangan laki-laki. Hanya saja kondisi masyarakat kita yang masih mengaitkan kekerasan seksual dengan perempuan membuat para laki-laki memilih untuk tidak mengungkapkan kejadian yang dialaminya.

Eits, tidak hanya di karena kondisi masyarakat yang cenderung menghakimi korban lho yang membuat kekerasan seksual ini sulit untuk ditangani. Hal lainnya juga karena kondisi peraturan di Indonesia saat ini yang belum memiliki aturan soal kekerasan seksual yang lengkap.

Sini Pedro kasih tahu ya aturan-aturan yang ada saat ini soal kekerasan seksual ada di mana saja.

KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)

Dalam KUHP ini hanya diatur masalah perkosaan dan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan atau biasa disebut pencabulan. Perkosaan menurut KUHP hanya terjadi kalau ada penis yang masuk ke dalam vagina. Di sini KUHP masih menganggap kalau korban perksoaan hanya perempuan. Sementara jika yang dimasukan ke dalam vagina bukan penis atau yang dimasuki penis bukan vagina hanya digolongkan sebagai pencabulan.

UU PKDRT (Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual)

Dalam UU PKDRT ini yang diatur adalah anggota rumah tangga yang terdiri dari keluarga dan anggota selain keluarga yang tinggal bersama. Kekerasan seksual menurut undang-undang ini bisa terjadi dalam sebuah hubungan pernikahan. Sayangnya, kekerasan seksual dalam undang-undang ini belum jelas dan masih terlalu luas. Karena hanya dibagi menjadi pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan pemaksaan hubungan seksual untuk mendapat keuntungan.

UU Perlindungan Anak

Dalam UU Perlindungan Anak ini yang diatur adalah persetubuhan dan perbuatan cabul terhadap anak yang dilakukan oleh orang lain.

UU TPPO (Undang-Undang tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang)

Dalam undang-undang ini jenis kekerasan seksual yang diatur adalah eksploitasi seksual. Eksploitasi seksual ini diartikan sebagai pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari seseorang untuk mendapatkan keuntungan.

Nah, meskipun peraturan soal kekerasan seksual di Indonesia ini sudah banyak tapi sebetulnya itu belum cukup. Karena belum ada definisi resmi tentang kekerasan seksual. Ini menyebabkan aturan-aturan di atas belum konsisten menggunakan satu istilah khusus untuk menyebut kekerasan seksual. Kemudian, aturan yang ada saat ini masih sangat berorientasi pada perempuan sebagai korban. Padahal laki-laki juga bisa menjadi korban dari kekerasan seksual.

Lalu, kalian juga bisa lihat kalau masih banyak tindakan kekerasan seksual lainnya yang belum diatur. Selain itu peraturan yang terpisah di atas juga membuat kesulitan dan kebingungan untuk menangani kekerasan seksual yang terjadi. Karena itu, penting banget untuk mengesahkan RUU PKS agar kita memiliki aturan yang jelas dan lengkap soal kekerasan seksual. Dan kekerasan seksual bisa ditangani dengan baik dan korban bisa mendapat keadilan. Karena RUU PKS mengakomodasi korban dari orientasi gender dan seksualitas apa saja. RUU-PKS juga menjamin pemulihan, perlindungan dan pendampingan bagi korban baik secara hukum maupun psikologi.

Beranda / Cerita Nisa / Kenapa Sih Masih Butuh RUU-PKS?

Artikel Lainnya

Kisah Klasik Nisa dan “Si Gemini”

Kisah Klasik Nisa dan “Si Gemini”

Assalamualaikum ukhti dan akhi! Balik lagi bersama Nisa nih, semoga ngga bosen yah sama Cerita Nisa hihihihi. Ngomong-ngomong, gak kerasa ya udah bulan Juni. Udah saatnya kita...

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Share This
Skip to content