Sobat Muda, masih inget kan dengan kasus LPM Suara Usu yang menerbitkan cerpen “Ketika Semua Menolak Kehadiranku Di Dekatnya”? Nah, akibat diterbitkannya cerpen ini berakhir pada dipecatnya 18 pengurus pers mahasiswa itu manteman. Duh, Gema gak habis pikir deh kenapa sampai ada pemecatan seperti itu.
Setelah Pemecatan itu, mahasiswa menggugatnya ke PTUN teman-teman. Sayangnya gugatan itu ditolak oleh Majelis Hakim. Alasannya sih, karena tulisan itu menimbulkan polemik di masyarakat. Alasan Hakim menurut Gema tidak masuk akal sih. Justru, karena kita hidup di negara demokrasi polemik itu perlu, sehingga muncul perdebatan yang nanti bisa masyarakat nilai mana yang baik mana yang buruk.
Nah, menurut Gema dengan hakim berpendapat demikian, seolah sudah memutuskan siapa yang salah sebelum ada perdebatan. Padahal perdebatan itu perlu.
Kebetulan Gema baru saja membaca ulang cerpen itu. Gema sih nangkapnya kalau cerpen itu hanya berusaha untuk menggambarkan dan menyuarakan diskriminasi yang sering kali terjadi terhadap minoritas LGBT. Eh, malah kena kecaman dan tekanan dari pihak rektorat. Karena dianggapnya cerpen itu mengandung unsur-unsur pornografi dan mempromosikan LGBT.
Cerpen yang ditulis oleh Yael Stefany Sinaga itu hanya menyampaikan cerminan kehidupan. Boleh jadi bersumber dari kenyataan yang entah ia lihat atau ia baca. Kemudian menuangkannya dalam bentuk cerpen untuk menyuarakan keberagaman gender dan seksualitas.
Dari membaca kasusnya, Gema menyoroti dua hal nih teman-teman. Pertama terkait dengan LGBT, ternyata kebanyakan dari masyarakat masih menganggap LGBT itu bukan bagian dari keberagaman gender dan seksualitas sehingga keberadaannya susah diterima di masyarakat. Dan masih percaya kalau LGBT itu sumber bencana di masyarakat sehingga tak jarang mereka mendapat perlakuan kasar dan persekusi di masyarakat.
Nah, yang kedua nih, melihat pada kasus LPM Suara Usu, ternyata kita masih belum bisa ya menyuarakan suatu keberagaman di lingkungan kampus. Ya, meskipun tidak semua kampus seperti itu tentunya. Padahal niatnya baik untuk kita agar lebih menghargai keberagaman gender dan seksualitas.
Menurut Gema sih, kampus sebagai sarana pendidikan harusnya lebih terbuka dan menjadi wadah untuk semua gagasan mahasiswanya yang dituangkan dalam sebuah tulisan, entah itu berbentuk cerpen dan lain-lain. Biarkan mahasiswa-mahasiswa lain membacanya, dan biarkan juga mereka menganalisis sendiri. Mau menerima tulisan itu atau enggak biarkan mereka yang memilih. Tanpa harus melarang tulisan tersebut.
Jadi teman-teman menurut Gema pelarangan sebuah tulisan orang lain seperti yang terjadi pada kasus LPM Suara Usu atas nama apa pun tetap aja salah. Nah, kalau dikaitkan dengan konteks demokrasi. Demokrasi itu menurut Gema ibarat sebuah pasar yang rame banget dan menawarkan dagangannya. Sama dengan di sini, semua orang (mahasiswa) seharusnya dapat berbicara apa pun menawarkan gagasannya.
Nah, karena kebebasan dalam demokrasi ini yang juga dijamin dalam UUD 1945, kita bisa banget teman-teman menulis apa pun terkait keberagaman gender dan seksualitas.
Kali ini, Gema ingin mengajak temen-temen untuk membuat cerpen yang menyuarakan keberagaman gender dan seksualitas untuk di-upload ke infomuda.id. Gema sih berharap dengan kalian menulis cerpen tentang isu keberagaman gender dan seksualitas, kita bisa saling menghargai dan menghormati teman-teman LGBT sebagai bagian dari keberagaman.
Halo Kawan #GengBeda! Ketemu lagi dengan Sesa dan Pedro. Kami ingin ngobrol bareng kamu, nih,…
Jumat malam Gema, Sesa, Pedro, Nisa dan Ibnu janjian virtual meeting seperti wiken-wiken sebelumnya. #GengBeda…
Assalamualaikum ukhti dan akhi kawan #GengBeda. Nisa pusing banget, nih. Data dan fakta tidak cukup…
Halo kawan #GengBeda! Ketemu lagi bareng Sesa di musim Cancer ini. Katanya sih goncangan hidup…
Assalamualaikum ukhti dan akhi! Balik lagi bersama Nisa nih, semoga ngga bosen yah sama Cerita…
Assalamualaikum ukhti dan akhi kawan #GengBeda. Balik lagi nih sama Nisa si remaja masjid yang…