Assalamualaikum, Ukhti dan Akhi…
Kali ini aku mau berbagi cerita tentang satu lagu yang akhir-akhir ini sering aku dengerin. Setelah aku resapi dalam-dalam, ternyata lagu itu punya makna tersendiri untuk aku. Di tengah kondisi pandemi dan banyaknya kebijakan diskriminatif yang gak memikirkan keadaan masyarakat Indonesia. Lagu berjudul Lemon Tree yang dinyanyikan oleh grup Fool’s Garden ini sungguh menyayat hatiku.Hehehe… Liriknya dibalut dengan musik upbeat dan bisa membuat tubuhku berdendang. Namun, isi lagu tersebut mengandung kesedihan yang mendalam. Ini lagu era 90-an tapi yang namanya karya itukan abadi ya maknanya. Terlebih lagi, setiap karya seni bisa diinterpretasikan dengan makna yang berbeda-beda bagi tiap orang. Meski katanya lagu ini tentang hubungan eksklusif dengan pasangan, namun aku punya pandangan sendiri.
Pada situasi di tahun 2020 ini, lagu Lemon Tree semacam menggambarkan perasaan aku. Ohiya, liriknya bisa Ukhti dan Akhi baca secara full di sini, sedangkan aku akan menuliskan tentang bagian yang perlu dibahas untuk ceritaku kali ini ya. Di dalam lirik tersebut, ada dua metafora yang sangat berlawanan namun memiliki makna yang kuat.
“I wonder how, I wonder why
Yesterday you told me ‘bout the blue blue sky
And all that I can see
Is just a yellow lemon tree”
Kalo melihat makna sebenarnya dari ‘blue sky’ merupakan suatu hari yang cerah tanpa awan mendung. Sehingga, bisa disambungkan dengan keceriaan dan optimisme. Namun, pada kata dalam baris lirik ‘lemon tree’ biasanya diartikan sebagai tanda kepahitan. Hal itu berhubungan dengan buah lemon yang memiliki ragam rasa seperti pahit pada kulitnya serta asam dan kecut pada bagian daging buahnya. Sehingga, menurutku bisa dibilang lirik tersebut menggambarkan perasaan sedih dan pesimis yang merupakan kebalikan dari perasaan ceria dan optimis.
Itulah yang aku rasakan hingga sekarang. Ada rasa optimis dan ceria menghadapi hari-hari bersama keluarga saat harus #dirumahaja. Namun, juga ada perasaan sedih dan pesimis ketika memikirkan gimana pemerintah Indonesia mengatur masyarakatnya. Wabah COVID-19 yang masuk ke Indonesia membuat kita harus berdiam di rumah aja sejak Maret 2020 lalu yang hingga Oktober 2020 ini. Hingga sekarangpun belum ada kejelasan vaksin atau pengobatan untuk virus corona di Indonesia. Kadang aku ingin terus optimis dengan kerja-kerja pemerintah tapi kayanya gak ada yang berubah deh sejak Maret lalu. Pun, jika ada perubahan, itu adalah aturan-aturan dari negara yang menjadikan rakyat semakin sulit untuk hidup. Seperti yang ada di dalam RKUHP ngawur. Perasaanku semakin mantap kalo itu semua valid ketika mendengar lirik di bait kedua lagu Lemon Tree.
“…I’d like to change my point of view
I feel so lonely, I’m waiting for you
But nothing ever happens and I wonder…”
I wonder, wonder, and wonder… Lalu aku teringat kalo 16 Oktober ditetapkan sebagai Hari Parlemen Indonesia. Peringatan ini dikukuhkan untuk semua tingkatan legislator untuk memegang teguh perjuangan amanat rakyat dengan menjalankan peran-peran parlemen, seperti informasi yang ku rangkum dari nasional.kompas.com. Astagfirullah, Ukhti dan Akhi… hatiku tergelitik kemudian auto ketawa sendiri membaca informasi tersebut. Padahal aku gak boleh gitu, ya gak sih? Hehehe… Namun, menurutku pada kenyataannya parlemen gak menampung dan menindaklanjuti aspirasi rakyat seperti yang dituliskan pada tugas serta wewenangnya. Ukhti dan Akhi juga bisa membaca dengan seksama di sini. Itu website resmi parlemen loh ya, bukan blog mengadi-ngadi. Kalo aku baca dari informasinya di sana, bahwa posisi parlemen itu setara dengan Presiden. Parlemen harus memiliki keberpihakan pada rakyat Indonesia, namun pada kenyataannya para legislator semacam menempatkan diri di bawah ketek Presiden dan berlindung di bawah rumah partai.
Satu lagi, tentu masih ingat dengan kejadian aksi #ReformasiDikorupsi tepat setahun yang lalu? Ketika para kelompok masyarakat turun ke jalan untuk bertemu langsung dengan anggota-anggota parlemen. Aksi #ReformasiDikorupsi merupakan bentuk protes yang dihadiri semua kalangan untuk membahas kembali isi dari RKUHP ngawur. Tetapi, apa yang didapat? Gas air mata, luka-luka, kematian, pukulan, siraman air, dipenjara yang semua tindakan itu dilakukan oleh aparat kepolisian atas perintah petinggi, katanya. Siapa petingginya? Sulit untuk menjabarkan, nanti aku kena pasal UU ITE karena dianggap mencemarkan nama baik. Pasca aksi tersebut, gak lelahnya para kelompok masyarakat menggaungkan protesnya di media sosial dengan tagar #ReformasiDikorupsi. Gak sedikit juga yang nyinyir untuk para demonstran.
Hingga hari ini, gak ada tuh permintaan maaf dari parlemen atas kematian, luka-luka, anggota keluarga yang belum selesai rasa trauma pasca terkena gas air mata. Malahan, RKUHP tetap menjadi pembahasan di tengah masa pandemi pada April 2020 lalu. Aku gak mengajak Ukhti dan Akhi untuk menyesali perbuatan anggota-anggota parlemen di DPR RI. Namun, aku mengajak Ukhti dan Akhi untuk terus mengawal dan memperhatikan pilihan calon legislatif (caleg) yang mewakili daerah masing-masing saat akan menghadapi pemilu selanjutnya. Jangan sampe kita kecolongan lagi, seperti yang terjadi pada pengesaan RUU Cipta Kerja. Pastikan apa yang menjadi motivasi caleg tersebut berisi hal yang memiliki perspektif HAM dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sumber:
- Anggara Wikan Prasetya, “Di Hari Parlemen Indonesia, Legislator Diingatkan Pegang Teguh Amanat Rakyat,” kompas.com, diakses pada 14 Okt 2020 di https://nasional.kompas.com/read/2019/10/16/17101871/di-hari-parlemen-indonesia-legislator-diingatkan-pegang-teguh-amanat-rakyat
- dpr.go.id