Saat ini, film menjadi salah satu media kreatif untuk menyampaikan pesan tentang hal tertentu, salah satunya tentang hubungan dalam keluarga. Hubungan dalam sebuah keluarga menjadi tema yang cukup menarik dan diminati karena kedekatan tema dengan setiap orang. Nah, berhubung beberapa hari ini menjadi waktu terakhir kaum rebahan bersantai ria di rumah, maka bisa nih coba lihat film-film di bawah ini untuk menemani waktu rebahanmu, daripada kelamaan nungguin bioskop buka kan hehe.
Dua Garis Biru
Selain pesan tentang pentingnya pendidikan seksual, film ini juga mengandung pesan lain yang tak kalah penting untuk kita renungkan bersama-sama. Salah satu faktor yang membuat film ini berhasil adalah usahanya yang jujur tentang realitas, terutama mengenai kesenjangan kelas sosial yang menjadi masalah tak usai di negara kita.
Ketimpangan ini ditunjukan dengan latar belakang yang sangat kontras antara keluarga Bima dan keluarga Dara. Kesenjangan ini juga ditunjukan melalui warna kulit mereka. Dara yang bisa kemana-mana memakai mobil terlihat terlalu terang dan bersih di hadapan Bima yang sepertinya kebanyakan terpapar sinar matahari.
Petaka pun terjadi, Dara harus mengandung anak dari Bima dan keluar dari sekolah. Kejadian ini menyeret dua keluarga dari kelas sosial yang berbeda itu ke dalam masalah besar yang sama-sama belum pernah mereka bayangkan.
Perbedaan kelas sosial akan mempengaruhi cara masing-masing keluarga ini dalam merespons masalah. Dalam adegan longshoot yang ikonis dalam film ini, saat orang tua Dara dan Bima memuntahkan kekecewaannya di ruang UKS sekolah. Ketidakberdayaan kelas sosial rendah itu bisa kita lihat. Sebagai orang dari strata sosial rendah, keluarga Bima berpikir sederhana dalam menjalani hidup. Mereka fokus pada apa yang ada hari ini. Mereka kerap tidak punya kesempatan merencanakan masa depan yang jauh.
Cara berpikir sederhana ini yang membuat keluarga Bima lebih cepat berdamai dengan apa yang terjadi. Bagaimanapun susah menerima kenyataan bahwa anaknya melakukan tindakan tercela sedangkan keluarga Bima dikenal orang sekampung sebagai orang yang taat beribadah. “Ibu sudah malu. Ibu tau keluarga kita diomongin orang sedesa. Tapi kita punya harga diri dan kehormatan!” Kata Ibu Bima. Kata-kata ini menunjukan bahwa mereka mengakui telah berbuat salah dan tidak akan melakukan kesalahan lain yang berpotensi memperburuk keadaan.
Kita tahu setelah itu keluarga Bima menjadi suportif untuk Bima. Mereka menginisiasi lamaran Bima kepada Dara dan percaya bahwa Bima mampu menjadi seorang Ayah. Kepercayaan itu tidak hadir pada diri orang tua Dara yang secara sepihak merencanakan memberikan hak asuh anak Bima dan Dara kepada orang lain.
Captain Fantastic
Film ini akan membuat kita berfikir ulang bagaimana seharusnya seorang Ayah mendidik anak-anaknya.
Diceritakan Ben Cash adalah Ayah yang sudah menyerah dengan norma masyarakat dan sistem pendidikan yang ada. Ben menarik diri dari hiruk pikuk kota dan modernitas dan memilih membesarkan 6 anaknya di Hutan dengan caranya sendiri. Bisa dibilang cara Ben adalah antitesis dari cara para Ayah di seluruh dunia dalam pendidikan anak.
Film ini diawali cerita tentang bagaimana Ben memberikan pendidikan kepada anaknya di hutan. Ben mendoktrin anaknya untuk hidup sepenuhnya dari alam. Alasan Ben kenapa menyerah dengan moral dan sistem pendidikan yang ada, ditunjukan di bagian tengah film. Saat Ben menanyai ponakannya yang dididik dengan sistem modern. “Apakah kamu menyukai sekolahmu?” Kemudian dijawab dengan “entahlah” disertai ekspresi acuh tak acuh. Melalui adegan ini sutradara seperti menunjukan kepada orang tua di dunia bahwa anak-anak memang tidak suka sekolah. Anak-anak yang menghabiskan sebagian waktunya di sekolah ternyata membuat jarak dengan orang tua. Di rumah, anak-anak ini tumbuh dengan watak individualistis dan ketergantungan yang tinggi terhadap teknologi.
Sebab itulah Ben mendidik anaknya secara langsung. Anak-anak Ben tumbuh berbeda. Meskipun mereka tidak tahu bahwa Nike adalah merek sepatu, anak-anak Ben memiliki jiwa solidaritas yang kuat dan kerja sama yang solid. Hal itu ditunjukan dalam beberapa misi keluarga ini yang menunjukan kerjasama dan pembagian peran yang jelas.
Lady Bird
Lady Bird adalah film love-hate relationship antara gadis remaja dan ibunya. Lady Bird adalah gadis remaja yang merasa ibunya seorang yang cerewet, pesimis dan penuh aturan. Bahkan Dia bersikeras untuk dipanggil ‘Lady Bird’, nama yang dia bikin sendiri daripada memakai nama Christine pemberian orang tuanya.
Film ini dengan bagus menampilkan jomplangnya komunikasi seorang ibu dan gadis remajanya. Cerita Lady Bird dan Ibunya adalah cerita keluarga kelas menengah bawah dan pergumulan finansial mereka ketika tidak bisa memenuhi ekspektasi remaja. Mereka tidak punya banyak pilihan dalam hidup. Bahkan untuk bermimpi kuliah di luar kota pun Ibu Lady Bird bersikeras untuk memupus mimpi itu karena dia tidak yakin sanggup membiayainya.
Tapi barangkali benar, yang membedakan anak muda dengan para orang tua adalah optimisme. Lady Bird pada akhirnya diterima kuliah di luar kota. Dia meninggalkan kota kelahirannya dan yang paling penting menyampaikan ke ibunya bahwa mimpinya tidak muluk-muluk amat.
Di akhir film, sang Ayah menyisipkan curhatan Ibunya yang ditulis dan dibuang ke tong sampah. Isinya menunjukkan Ibunya teramat menyayangi dirinya dan menyesali berbagai macam pertengkaran yang sudah-sudah di antara mereka berdua. Lady Bird menyadari bahwa di balik sikapnya yang cerewet, Ibunya sangat menyayangi dirinya. Dan dia pun begitu.
Tapi film ini menunjukan sisi lain dari perpindahan kota. Sisi orang tua yang kadang tidak diperhatikan. Diperlihatkan dengan adegan si Ibu mengatakan, “Tempat parkir di sini terlalu mahal” kemudian keluar dari drop point dan menangis di rute putar balik bandara. Adegan ini menunjukan bahwa ada banyak kekhawatiran selain urusan uang yang disembunyikan seorang Ibu untuk dirinya sendiri.
Pada akhirnya setiap anak akan dewasa dan menentukan jalan hidupnya sendiri. Tugas orang tua adalah memastikan seorang anak untuk mempersiapkan masa-masa itu. Dan orang tua Lady Bird saya rasa sudah berhasil untuk itu dengan caranya sendiri.
Itu dia tiga film rekomendasi dengan tema keluarga. Pesan yang bisa diambil dari film-film di atas adalah pendidikan setiap keluarga kepada anaknya tentu berbeda, itu pula yang pada akhirnya mempengaruhi setiap anak dalam berpikir dan bersikap ke depannya. Meski begitu, seiring waktu tentu keluarga juga harus bisa mulai menerima jika ada nilai atau pemahaman berbeda dari anaknya, karena bagaimanapun anak juga mendapat nilai-nilai lain dari luar yang tidak diajarkan keluarga.
Penulis : Firdaus dan Rizky Pole