Assalamualaikum, Sobat Muda. Pernah kepikiran gak sih kalau seharusnya kita merasa aman saat #dirumahaja? Memilih untuk gak keluar rumah agar terhindar virus corona merupakan langkah sekaligus mendukung anjuran-anjuran pemerintah. Namun sayangnya, ketika di rumah aja gak selalu membuat kita aman. Kenyataannya Komnas Perempuan terus menerima laporan sebanyak 319 kasus terhadap perempuan dengan jumlah korban 321 orang. Aduan yang terlaporkan adalah terkait kekerasan seksual. Tidak hanya perempuan, Komnas Perempuan juga mendapatkan aduan kekerasan seksual terhadap anak perempuan dan laki-laki. Komnas Perempuan mencatat kalo ada 340 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang jika diurai sebanyak 378 korban, 104 adalah anak laki-laki dan 274 anak perempuan.
Eh, Nisa dan Pedro juga pernah membicarakan ini, hasil obrolan kami ada di sini. Namun, Nisa akan membahas terus #KupasTuntas tentang kekerasan seksual sampe Dewan Perwakilan Rakyat a.k.a DPR #SahkanRUUPKS.
Oksip! Nisa lanjutkan tentang kekerasan seksual yang terjadi dan terus terjadi ini ya. Melihat situasi dan kondisinya, kasus kekerasan seksual dapat terjadi di mana dan kapan saja. Rumah yang seharusnya menjadi ruang aman bagi penghuninya, namun gak begitu pada kenyataannya. Perlu Sobat Muda ketahui juga, bahwa kekerasan seksual memiliki banyak bentuk. Maka penting untuk kita semua mengetahui ini agar dapat melindungi diri sendiri dan menolong orang lain juga. Nah, bentuknya sudah pernah diulas oleh Sesa di #CeritaSesa. Yuk, kita pelajari dan ingat-ingat lagi.
Nah, bisa dilihat ya kalo kekerasan seksual adalah tindakan seksual, baik secara fisik maupun non-fisik yang dilakukan tanpa persetujuan atau bertentangan dengan kehendak orang lain. Pertanyaannya, bagaimana kita menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual? Untuk sekarang jawabannya sulit, karena kasus kekerasan seksual belum memiliki payung hukum. Selama ini penyelesaiannya ada di ranah kekeluargaan yang seringkali merugikan dan belum tentu sesuai dengan kemauan korban. Contohnya? Banyak! Kalo Sobat Muda membuka mesin pencarian data atau google dengan kata kunci pemerkosaan, pasti akan menemukan pemberitaan yang hampir semua isi penyelesaian adalah dengan menikahkan atau pemaksaan aborsi. Berita teranyar adalah keluarga pelaku pemerkosaan mengajukan permohonan untuk melakukan pernikahan di Kompleks Mapolres Baubau, Sulawesi Tenggara pada Mei 2020 lalu. Pelaku juga memiliki istri yang tengah mengandung saat itu. Setelah pernikahan berlangsung, pelaku tetap ditempatkan di dalam ruang tahanan dan melakukan proses hukum lebih lanjut. Bisa diperhatikan kalo korban gak mendapatkan keadilan dan menikah dianggap penyelesaian. Namun sebenarnya, bukan itu saja yang diinginkan tetapi bagaimana hukum juga mengatur keadilan untuk korban. Tapi…
Beneran Indonesia belum punya payung hukum untuk menangani kasus kekerasan seksual?
Belum disahkan lebih tepatnya, namun ya tetap aja belum ada hukum untuk menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual. Ini menyedihkan! Berdasarkan laporan Woman, Business, and the Law dari World Bank pada tahun 2018 yang dilansir Never Okay Project mengatakan bahwa 10 dari 11 negara di Asia Tenggara sudah memiliki undang-undang yang secara spesifik mengatur tentang kekerasan seksual namun tidak termasuk Indonesia. Padahal, Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual atau RUU P-KS sudah dirancang oleh Komnas Perempuan bersama kelompok masyarakat sipil.
Meski begitu, anggota DPR masih terus menunda untuk membahasnya. Terlebih lagi, di antara masyarakat juga masih ada yang ragu pada kata “kekerasan” pada judul rancangannya. Padahal, frasa tersebut merupakan makna umum untuk menekankan bahwa kekerasan adalah kejahatan terhadap martabat kemanusiaan. Apabila kata tersebut dihapuskan maka makna yang terkandung sebagai kejahatan martabat kemanusiaan akan terhapuskan pula.
Gak hanya menyoal frasa, isi dari RUU P-KS ini juga masih banyak yang meragukan. Mari kita #KupasTuntas bersama!
- RUU P-KS gak menghukum perilaku zina, jadi sama aja melegalisasi zina?
Begini, rancangan ini disusun untuk memberikan pertolongan kepada korban kekerasan seksual yang selama ini sulit untuk mengakses keadilan karena payung hukumnya gak berhubungan dengan bentuk-bentuk kekerasan seksual. RUU ini gak menyatakan bahwa zina itu gak dilarang namun bukan berarti memperbolehkan. Selain itu, zina bukan jenis kekerasan seksual maka peraturannya juga berbeda. - RUU P-KS ini untuk mencegah kekerasan seksual melalui pendidikan seks, wah itu artinya ngajarin seks bebas yang gak sesuai ajaran agama dong?!
La haula wala quwwata illa billahi aliyil adzim, ya akhi ya ukhti! Pendidikan seks gak sama dengan mengajarkan aktivitas seksual yaaa… Seks itu sendiri adalah karakteristik biologis yang menentukan seseorang laki-laki dan perempuan yang dibedakan berdasarkan jenis kelaminnya, yakni penis dan vagina. Pendidikan seks mengajarkan risiko dari seks yang gak berdasarkan persetujuan, seperti kehamilan yang gak diinginkan, penyakit menular seksual, penularan HIV/AIDS, dan banyak lagi.
Agama Islam secara menyeluruh mengajarkan pendidikan seks melalui fiqih adab dan fiqih thaharah. Para ulama terdahulu juga menuliskannya di dalam kitab kuning tentang membersihkan organ kelamin, larangan hubungan seksual yang memasukkan penis dan alat bantu lainnya ke dalam organ tubuh saat menstruasi, dan larangan hubungan seksual bersama pasangan dengan cara yang gak disukai olehnya.
- RUU P-KS gak mengatur penyimpangan seksual sebagai tindak pidana, gak memidana sodomi, jadinya melegalkan LGBT?
Kekerasan seksual berbeda dengan orientasi seksual yaaa akhi ya ukhti. Orientasi seksual itu ketertarikan seksual pada orang lain, baik lawan jenis maupun sesama jenis. Ketertarikan seksual pada seseorang gak bisa dipidana karena berada di wilayah pikiran.
Apakah negara akan memenjarakan perempuan yang gak tertarik dengan laki-laki? Apakah negara akan memenjarakan laki-laki yang memiliki perasaan suka terhadap laki-laki? Mengapa? Kan gak begitu ya. Namun, akan dapat dihukum apabila ketertarikannya diwujudkan dalam perbuatan yang merugikan orang lain atau korban, misalnya; menggoda korban, memaksa berhubungan seksual (perkosaan) karena itu termasuk dalam kekerasan seksual. - Ide RUU P-KS mengadopsi feminisme, ini agenda dari Barat ya?
Feminisme itu berasal dari Bahasa Inggris, iya jelas datangnya dari barat. Kalo dari Arab ya tentunya dari Timur Tengah, tapikan gak semua dari barat itu hal yang buruk, sama halnya dengan gak semua dari Arab itu berarti Islami.
Feminisme itu sendiri merupakan ide atau pemikiran untuk melawan ketidakadilan yang menimpa perempuan. Kalo menolak feminisme berarti mendukung ketidakadilan terhadap perempuan? IYA! Sobat Muda, apakah kalian lupa kalo Nabi Muhammad SAW sangat meninggikan harkat dan martabat perempuan? Ia mengajak masyarakat untuk menghapus kekerasan terhadap perempuan, menghapuskan perkawinan paksa, dan memberikan perempuan untuk bersuara atas pernikahan yang diinginkan atau gak. - RUU P-KS melawan budaya Indonesia dan konsep ketahanan keluarga ya? Kan feminisme itu menolak untuk berkeluarga karena sistem keluarga mengutamakan individu perempuan!
Kembali lagi pada cita-cita dari pemikiran feminisme untuk mewujudkan keadilan, baik keadilan sosial dan keluarga. Diperlukannya pendidikan dalam masyarakat dan keluarga agar masing-masing anggota keluarga ga melakukan kekerasan terhadap anggota keluarganya yang lain, termasuk kekerasan seksual. Nah, kembali deh pada kasus kekerasan seksual di dalam rumah banyak terjadi pada anak dan perempuan. Yekaaann? Jadi, bukan menolak untuk berkeluarga tapi menolak atas ketidaksetaraan dalam keluarga. - Di dalam RUU P-KS kan ada cita-cita pemikiran feminisme yang mengutamakan kedaulatan tubuh perempuan untuk bebas memperlakukan tubuhnya sesuai kehendak hatinya, terus akan bebas melakukan perselingkuhan, bebas melakukan seks bebas, lalu kena HIV/AIDS dan meningkat deh angkanya?
Bukan begitu Sobat 🙁
Jadi prinsip otonomi tubuh itu memberikan pemilik tubuh itu sendiri hak untuk memutuskan apa yang dikehendaki dan penghargaan atas tubuh. Prinsip ini memastikan bahwa perempuan harus ditanya pendapatnya tentang kapan ia mau mengandung dan melahirkan, kapan ia mau menikah atau gak, diberikan akses pendidikan dan memilih sesuai keinginannya sehingga mampu melepaskan diri dari belenggu kemiskinan dan kebodohan, memastikan perempuan dan dirinya bukan dari objek seksual atau pemuas hasrat seksual aja.
Jadi, menurut Nisa untuk mencegah dan mengatasi tindakan kekerasan seksual dengan cara banyak membaca lalu mengkampanyekan stop kekerasan seksual melalui apapun. Bisa tulisan, lagu, puisi, film, diskusi, dan lainnya. Selain itu, gak ada kata terlambat untuk mendukung pengesahan #RUUPKS yang sudah lama dibuat oleh Komnas Perempuan dan jaringan masyarakat sipil. Ayo ber-fastabiqul khairat dengan mendukung pengesahan #RUUPKS.
Sumber: Komnas Perempuan