Sering disamakan dengan transpuan, ternyata drag queen dengan transpuan itu beda, loh~ Hola, Kawan #GengBeda, Ketemu lagi sama Gema! Kali ini, kita bakal ngomongin tentang keberagaman ekspresi gender di sekitar. Kepoin sampai akhir, yaa!
Drag queen (dressed resembling as girl) yang lekat dengan profesi dan kesenian harusnya nggak asing lagi di tempat yang katanya punya ‘budaya timur’ ini. Loh, kok bisa? Buktinya, di Jawa Tengah ada Lengger Lanang, di Jawa Timur ada Ludruk, dan di Sumatra Barat ada Randai. Kesenian-kesenian tersebut bahkan sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda, Kawan! Wah, Gema juga baru tahu, nih. Zaman dulu, perempuan yang bermain di panggung masih terbatas, makanya para laki-laki pun memerankan perempuan juga pada pertunjukan.
Para drag queen tampil feminin di panggung dan disorot oleh lampu, dalam kesehariannya berpenampilan sebagai laki-laki dan punya pekerjaan lain, seperti pekerja swasta, aktor teater, kepala personalia restoran, mahasiswa, dosen, penyiar radio, dan lain-lain. Mereka dengan totalitas menjadi seorang cross-dresser untuk menghibur masyarakat dan mengekspresikan diri. Sedangkan transpuan itu adalah mereka yang lebih nyaman mengidentifikasi dirinya sebagai perempuan dalam keseharian. Jadi, drag queen ini beda dengan transgender.
Kawan, sudah tahu belum kalau di Yogyakarta ada Raminten Cabaret Show? Pertunjukan yang dimainkan oleh para drag queen ini cukup populer bagi masyarakat Jogja, luar kota, bahkan turis asing. Peminatnya banyak, sampai harus reservasi biar nggak kehabisan tiket. Di sana, kita bisa melihat kelincahan para drag queen yang beratraksi, menari, melakukan lip sync, komedi, bahkan teatrikal! Mereka bebas mengekspresikan dirinya dengan make up dan pakaian yang mirip dengan artis-artis, seperti Agnezmo, Dua Lipa, TT DJ, Celine Dion, Lady Gaga, dan Beyonce. Kreatif banget, kan? Para penonton pun terhibur dengan aksi-aksi yang mereka lakukan.
Eits, gimana persiapan para drag queen sebelum manggung? Ternyata mereka harus memplester genitalia agar pas dengan kostum perempuan yang digunakan, berdandan, memakai wig, hingga mengenakan sumpalan bra. Tapi, mereka happy melakukan hal itu karena bisa menghibur para penonton yang datang dari segala penjuru dan beragam kalangan. Para drag queen mendalami karakter mereka masing-masing di atas panggung.
Tapi, Kawan, para drag queen ini juga kadang masih menyembunyikan profesi mereka ini dari keluarga karena takut ada cekcok dan dapat stigma yang buruk. Padahal kan, ekspresi gender itu sudah ada sejak dahulu di Indonesia. Kenapa bisa gitu? Di zaman dulu, ada pembatasan untuk perempuan menunjukkan kemampuan di panggung, Kawan, jadi laki-laki pun memainkan peran sebagai perempuan di panggung. Oiya, ekspresi gender ini nggak ada hubungannya sama orientasi seksual, Kawan!
Akhir-akhir ini, gerakan anti-SOGIESC merajalela, walaupun pendukung haknya juga bertambah. Dulu, para cross-dresser bisa disaksikan di televisi Indonesia. Namun, pada 2016 kemarin Komisi Penyiaran Indonesia melarang lembaga penyiaran menampilkan profesi drag queen. Larangan tersebut meliputi gaya berpakain, riasan, bahasa tubuh, gaya bicara, promosi, sapaan, dan istilah-istilah yang katanya ‘melambai’. Ini tentunya merupakan sebuah kemunduran dan tentunya berdampak negatif pada kebebasan berekspresi dalam dunia hiburan.
Di balik kreativitas para drag queen di Raminten Cabaret Show itu, ternyata pemilik Raminten pernah didatangi polisi di rumahnya dan menyarankan untuk menghentikan acara itu. Hmm, tapi sejauh ini, pertunjukan drag queen di Yogyakarta itu masih cukup aman untuk dilakukan.
Kawan, Drag queen sendiri merupakan bagian dari kebudayaan yang ada di berbagai wilayah Indonesia. Mereka melakukan pertunjukan untuk hiburan, tapi ada saja yang terus memberikan stigma sebagai bisnis seks, padahal itu adalah seni. Gimana menurut kalian? Yuk, rayakan keberagaman dan ekspresi gender di Indonesia!
Referensi:
Britannica, “Drag Queen: Performance Art”
Kompasiana. 2021, “Suzzara Vina si Celine Dion Indonesia”
Tirto.id. 2019, “Merayakan Drag Queen di Yogyakarta, Menerobos Bayang-Bayang Teror”
Tirto.id. 2019, “Drag Queen sebagai Seni dan Profesi”