Kawan #GengBeda tentu tahu dong kalau setiap 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Sedunia. Sadar enggak sih kalau kita seharusnya berterima kasih kepada buruh. Karena pakaian yang kita kenakan, gadget yang kita pakai, juga kebutuhan lainnya banyak dibuat oleh mereka. Jadi sudah sepatutnya kita menghargai kerja keras mereka.
Mungkin di antara kalian pernah ada yang berpikir jika buruh itu hobi demo, protes, dan bikin macet jalanan? Itu semua karena mereka menuntut agar negara mau mendorong perusahaan untuk memenuhi hak-hak para buruh. Justru jika buruh diam saja, maka perusahaan akan seenaknya memeras tenaga mereka tanpa mau memperlakukan mereka dengan layak.
Bisa dikatakan sejak dulu hingga kini kehidupan buruh jauh dari kata layak. Hak mereka sering tidak dipenuhi oleh pihak perusahaan. Mulai dari upah, cuti, perlindungan kerja, dan lainnya. Tenaga dan kerja keras mereka tidak dibalas dengan sepadan oleh perusahaan. Bahkan di antara mereka ada juga yang justru mengalami kekerasan di tempat kerja.
Bicara soal kekerasan, buruh perempuan sangat rentan mengalami kekerasan seksual di tempat kerja. Sebuah penelitian dari Perempuan Mahardika menyebutkan jika buruh perempuan di pabrik garmen sering mengalami kekerasan seksual, berupa pelecehan. Mereka bahkan sudah menganggap maklum dan wajar jika mengalami pelecehan.
Dari penelitian di KBN Cakung yaitu kawasan pabrik garmen di daerah Cakung, ada 437 dari 773 buruh perempuan yang diwawancarai pernah menjadi korban pelecehan, baik verbal maupun fisik. Tindakan seperti tubuh disentuh, siulan, dan godaan/rayuan seksual menjadi tiga teratas yang dialami korban. Selain itu korban juga mengalami pelecehan lebih dari sekali, bahkan ada beberapa yang mengalami sampai lima kali. Bentuk pemakluman seperti sudah kenal dekat, hanya bercandaan, atau bentuk perhatian sering dijadikan alasan tindakan itu dilakukan.
Meski begitu, tindakan pelecehan bisa lebih jauh dari itu. Salah satu buruh mengatakan jika pernah mendapat ajakan kencan. Namun, ketika diterima ternyata ajakan dari atasan justru berakhir dengan tawaran untuk bermalam dengan imbalan perpanjangan kontrak. Dia harus menerima pemutusan kontrak akibat menolak permintaan atasannya.
Lalu, pelaku pelecehan terdiri dari orang dalam area pabrik dan orang luar/tidak dikenal. Orang dalam yang paling banyak melakukan pelecehan yaitu mekanik, operator, dan pengawas. Sedangkan orang luar/tidak dikenal biasanya adalah tukang ojek dan staf gudang. Dari pelaku yang berhasil diidentifikasi, ternyata relasi baik relasi gender maupun relasi kuasa menjadi faktor utama terjadinya kekerasan seksual di tempat kerja. Pelecehan yang dialami buruh perempuan justru lebih banyak dilakukan rekan kerja sesama baik mekanik maupun operator. Ini menunjukkan adanya ketidaksetaraan gender yang dialami oleh buruh perempuan di tempatnya bekerja.
Sayangnya nih, meski sudah ada banyak korban dan tindakan pelecehan di tempat kerjanya, hanya 26 orang korban dari 437 orang yang melaporkannya melalui kotak saran perusahaan atau melapor langsung ke atasan. Sedikitnya korban yang melaporkan karena sebagian besar dari mereka merasa malu atas kejadian yang dialami. Selain itu pemakluman dan anggapan wajar dari tindakan ini juga membuat korban memilih untuk diam.
Kemudian, ada juga perasaan takut dan khawatir jika laporan ini akan membawa dampak untuk pekerjaannya atau malah akan menjadi bahan omongan.Sebagian dari korban juga ternyata kurang informasi dan tidak tahu hal apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara untuk melaporkan pelecehan yang dialaminya. Bahkan ada juga yang menganggap ini sebagai risiko yang harus dihadapi atas pilihan pekerjaan mereka.
Pada akhirnya karena korban merupakan buruh perempuan maka posisi mereka menjadi sangat rentan. Mereka harus menghadapi ini sendirian, sementara pelaku bisa bebas bahkan mengulangi perbuatannya kembali. Meski di antara teman sesama buruh mengetahui, mereka juga tidak bisa membantu banyak. Justru itu sama saja ikut mengancam posisi diri sendiri jika memilih memberi bantuan kepada korban.
Semua ini menandakan jika pabrik garmen yang sebagian besar pekerjanya perempuan tidak menjamin rasa aman dan perlakuan yang setara. Justru hal itu menjadi sasaran bagi pelaku-pelaku pelecehan. Jika pelaku adalah sesama buruh, maka relasi gender sangat menguntungkan. Karena korban yang posisinya lemah bisa dipaksa dan ditekan untuk diam. Sementara jika pelaku adalah atasan, selain relasi gender, relasi kuasa juga menambah kuat posisi pelaku. Mereka bisa dengan mudah mengancam buruh dengan keberlanjutan kerja mereka di pabrik.
Maka, sudah sepatutnya Hari Buruh Sedunia kemarin menjadi awal pemenuhan rasa aman dan kesetaraan gender bagi buruh perempuan di tempat kerja. Sudah selayaknya tenaga dan kerja keras mereka dibayar sepadan dengan perlakuan yang sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Buruh perempuan juga butuh perlindungan dari kekerasan seksual. Karena siapapun bisa menjadi korban. Maka, RUU PKS harus segera disahkan, agar ada jaminan perlindungan bagi buruh perempuan yang menjadi korban dan tindakan tegas bagi pelaku kekerasan seksual dari negara. Pengesahan RUU PKS menjadi salah satu wujud kepedulian dan keberpihakan negara pada buruh.
Sumber :
Perempuan Mahardika, Pelecehan Seksual dan Pengabaian Hak Maternitas Pada Buruh Garmen Kajian Berbasis Gender di KBN Cakung, 2017. Diakses pada 1 Mei 2020, melalui https://mahardhika.org/2018/12/penelitian-kekerasan-berbasis-gender-pada-buruh-garmen-perempuan-2017/
Penulis : Siti Rahayu
Halo Kawan #GengBeda! Ketemu lagi dengan Sesa dan Pedro. Kami ingin ngobrol bareng kamu, nih,…
Jumat malam Gema, Sesa, Pedro, Nisa dan Ibnu janjian virtual meeting seperti wiken-wiken sebelumnya. #GengBeda…
Assalamualaikum ukhti dan akhi kawan #GengBeda. Nisa pusing banget, nih. Data dan fakta tidak cukup…
Halo kawan #GengBeda! Ketemu lagi bareng Sesa di musim Cancer ini. Katanya sih goncangan hidup…
Assalamualaikum ukhti dan akhi! Balik lagi bersama Nisa nih, semoga ngga bosen yah sama Cerita…
Assalamualaikum ukhti dan akhi kawan #GengBeda. Balik lagi nih sama Nisa si remaja masjid yang…