Sobat Muda, Gema baru banget nih selesai baca buku karya Kevin Halim. Judul bukunya “Penerimaan”. Buku ini mengajarkan kita untuk saling menghargai dan menghormati keberagaman sosial di kehidupan kita. Tepatnya keanekaragaman gender dan seksualitas yang pasti ditemui sehari-hari. Menariknya buku ini bercerita tentang bagaimana seharusnya peran orang tua terhadap anaknya yang transgender atau memiliki identitas atau ekspresi gender yang berbeda dengan seksnya ketika lahir. Sebelum cerita lebih jauh, Gema mau berbagi pengetahuan nih soal pengertian gender dan seks.
Gender merupakan sebuah konsep identitas atau ekspresi yang dikasih oleh masyarakat sesuai dengan jenis kelamin saat lahir, dan bisa juga apa yang dipikirkan seseorang terhadap dirinya sendiri terlepas dari apa jenis kelamin yang dimilikinya. Sedangkan seks karakteristik biologis untuk menentukan seseorang laki-laki atau perempuan. Laki-laki dan perempuan dibedakan dengan jenis kelaminnya, yakni penis dan vagina. Namun, seks tidak hanya tentang jenis kelamin berupa penis dan vagina, tetapi juga tentang hormon yang akan berpengaruh ke kondisi fisik lain seperti tumbuhnya rambut di tubuh. Hehe Gema habis baca buku Suka Ria Remaja karya teman-teman Pamflet Generasi. Nanti Gema akan bahas buku tersebut lebih banyak lagi yes?!
Oke, kembali ke topik buku yang baru Gema baca. Eh, tapi semoga Sobat Muda sudah paham ya terkait Gender dan Seks. Seperti yang Gema tulis di awal cerita ini kalo buku Penerimaan dari Kevin Halim itu bicara tentang keberagaman manusia di sekitar kita. Gema sering banget menemukan fakta bahwa sebagian besar orang tak seperti bagaimana mereka tampaknya. Banyak manusia yang sering salah dipahami. Di sisi lain kita sebagai manusia gampang banget menjatuhkan penilaian. Ada yang bilang kalo seorang trans adalah sumber bencana, sehingga keberadaan mereka tidak dapat diterima di masyarakat dan sebagainya. Di buku karya Kevin Halim tersebut, kita bisa belajar untuk lebih menghargai keberagaman manusia di sekitar kita.
Di dalam buku tersebut dijelaskan tentang transgender yang mendeskripsikan orang-orang dengan gender yang tidak sama dengan identitas yang diberikan ketika lahir. Banyak orang beranggapan bahwa orang-orang trans adalah hasil didikan atau lingkungan yang salah. Padahal identitas gender bukan suatu didikan atau ditularkan dari lingkungan yang salah. Semuanya melalui proses, setiap orang menyadari itu dengan proses yang berbeda. Jadi bukan faktor salah didik atau lingkungan yang salah. Bukan juga suatu penyakit yang harus disembuhkan.
Kevin Halim di dalam bukunya yang berjudul “Penerimaan” itu memberikan narasi tentang peran orang tua terhadap anak-anaknya yang trans. Bagaimana seharusnya peran orang tua menghadapi anak-anaknya yang trans? Memahami. Memahami bahwa identitas trans sebagai satu hal yang tidak dipelajari dari sikap berontak anak terhadap orang tua. Kalo misalnya begitukan berarti banyak anak-anak yang memberontak karena tidak setuju dengan orang tua lalu mengubah diri jadi trans? Tidak semua kan ya? Gema sendiri juga memiliki beberapa teman-teman yang sudah paham apa yang diinginkan dan menjadi trans tapi bukan karena hasil memberontak dari orang tuanya. Ya jadi begitu. Hehe
Kembali ke buku “Penerimaan” karya Kevin Halim mengatakan bahwa perasaan tulus yang dirasakan oleh anak tidak dipelajari dari luar melainkan datang dari dalam diri anak tersebut. Dukungan orang tua terhadap anak-anaknya yang trans sangat berarti bagi mereka sehingga anak merasa aman dan nyaman, selain itu mereka dapat merasa diterima. Di dalam buku ini juga ada penjelasan dari Dr. Elizabeth Kristi Poerwandari seorang psikolog loh, Sobat Muda. Ia mengatakan bahwa seorang anak yang akan transisi harus didampingi dan diberikan pemahaman bahwa akan banyak tantangan-tantangan yang akan dihadapi di masyarakat. Lalu yang perlu dipahami juga agar kita lebih bisa menghargai dan menghormati teman-teman kita yang trans bahwa kondisi transgender bukan suatu pilihan. Tapi suatu keberagaman yang sengaja diciptakan Tuhan dalam lingkungan sekitar kita.
Di dalam buku karya Kevin Halim tersebut juga ada penjelasan dari Ibu Musdah seorang penulis di bidang keagamaan khususnya Islam. Menurutnya, sesama manusia kita tidak perlu bersikap jahat, karena dalam posisi kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan, semua manusia itu setara. Menurut Ibu Musdah kalo orang tua yang menyadari bahwa anaknya berbeda, harus menerima anak tersebut bagaimana pun keadaannya. Namun, permasalahannya di masyarakat kita saat ini tidak dapat menerima perbedaan. Semua yang diterima oleh masyarakat adalah sesuatu yang mainstream, sedangkan kondisi trans dianggap berbeda dan menyalahi aturan. Padahal, menurut Ibu Musdah lagi nih, peran orang tua itu penting dan harus menerima anaknya karena anak merupakan amanah dari Allah. Sehingga yang perlu dilakukan oleh orang tua adalah memberikan didikan dan binaan yang baik berdasarkan kebutuhan anak, bukan keinginan orang tua.
Masih menurut Ibu Musdah nih, Sobat Muda! Kalo di dalam Islam sendiri dikatakan bahwa yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Jadi, siapapun harus dididik, baik itu transgender, orang-orang yang memiliki orientasi seksual berbeda, atau siapapun untuk diarahkan menjadi orang yang bertakwa dalam arti memiliki perilaku dan moral yang baik. Di dalam buku Kevin Halim juga ada cerita dari Pak Stephen, seorang pelayan di gereja. Ia menceritakan pengalamannya selama masih kuliah dan memiliki teman yang gay atau suka sesama jenis. Katanya dulu Pak Stephen adalah orang yang homophobic atau seseorang yang memiliki ketakutan dengan orang-orang yang suka dengan sesama jenis. Namun setelah mengenal lebih jauh teman-teman gay, mereka gak melakukan berdampak buruk bagi Pak Stephen.
Setelah lama kenal dengan teman-teman yang beragam, ia menyadari bahwa memang ada aspek seksual yang berbeda, tapi selebihnya sama. Manusia. Saat ia bekerja di Gereja Prebiterian di Amerika Serikat, gereja yang cukup progresif, ia sering kali menemukan teman-teman gay dan lesbian yang hadir untuk beribadah tanpa ada yang mendiskriminasi mereka. Ia juga menceritakan bahwa peran dan dukungan orang tua sangat penting bagi mereka untuk memberikan semangat agar anak tidak merasa bahwa mereka tidak diinginkan oleh orang tua.
Selain ada cerita-cerita dari para tokoh agama, di buku ini juga menceritakan pengalaman-pengalaman teman-teman trans yang pada akhirnya diterima baik oleh keluarganya. Ada cerita dari orang tua-orang tua dari orang-orang trans yang menerima baik keberadaan anaknya sebagai tran. Buku ini semakin menguatkan pemikiran Gema kalo teman-teman kita yang trans tidak pernah meminta sebagai apa mereka sekarang. Apabila bisa memilih apakah mau memilih menjadi trans atau tidak, mereka pasti memilih untuk tidak menjadi trans karena tantangannya banyak dan sangat berat dan akan ada perlakuan yang gak baik di masyarakat terhadap trans.
Selain itu, hari ini masih banyak teman-teman yang trans melakukan sesuatu yang berbeda dengan gendernya, seperti misalnya laki-laki senang memakai pakaian feminis begitu juga sebaliknya yang perempuan. Padahal nih, secara lingkungan dan didikan mereka cukup baik dan bahkan di keluarga mereka tidak ada yang transgender. Secara pergaulan juga mereka berteman dengan siapa saja, meskipun ada beberapa teman-teman yang trans lebih sering bergaul dengan lawan jenisnya. Tetapi bukankah hal itu juga adalah hal biasa? Sobat Muda, keberadaan teman-teman rans bukanlah karena didikan orang tua yang salah atau karena pergaulan mereka salah. Tapi ini harus kita pahami sebagai sebuah keberagaman yang sengaja Tuhan ciptakan agar kita saling menghargai.
Ada cerita lain dari salah satu seorang trans dalam buku ini, mengatakan bahwa memang sejak TK dia sudah suka berdandan feminin atau seperti perempuan. Singkat cerita ketika dia mulai menyadari bahwa kelakuannya itu berbeda dengan laki-laki, akhirnya dia pergi ke dokter untuk periksa dan tes hormonal, hasilnya menunjukkan estrogen dia lebih tinggi dan dia tidak punya jakun layaknya seorang laki-laki. Sehingga dia berpikiran bahwa dia telah lahir di tubuh yang salah. Nah, dari sini Gema berpikiran bahwa seorang trans bukanlah akibat dari pergaulan yang salah dan didikan yang salah dari orang tua. Gema jadi bertanya-tanya sendiri, gimana sih yang dimaksud dengan pergaulan atau didikan yang salah? Kalau dalam buku “Penerimaan” karya Kevin Halim tidak ada yang salah dari didikan orang tua. Mereka mendidik anak-anaknya sama dengan mendidik anak-anaknya yang lain, hanya saja keluarga perlu memahami dan mencari lebih jauh soal perbedaan yang terjadi saat masa pertumbuhan anak. Peran orang tua harus mendukung dan menerima kondisi anaknya, agar anak merasa aman, nyaman, dan merasa diterima di keluarga.
Wah, #BicaraBuku yang menarik untuk menutup tahun. Semoga kita semua dapat saling menghargai dan menerima perbedaan di sekitar kita semua ya, Sobat Muda!!! Salam Beda Itu Biasa!!!
Halo Kawan #GengBeda! Ketemu lagi dengan Sesa dan Pedro. Kami ingin ngobrol bareng kamu, nih,…
Jumat malam Gema, Sesa, Pedro, Nisa dan Ibnu janjian virtual meeting seperti wiken-wiken sebelumnya. #GengBeda…
Assalamualaikum ukhti dan akhi kawan #GengBeda. Nisa pusing banget, nih. Data dan fakta tidak cukup…
Halo kawan #GengBeda! Ketemu lagi bareng Sesa di musim Cancer ini. Katanya sih goncangan hidup…
Assalamualaikum ukhti dan akhi! Balik lagi bersama Nisa nih, semoga ngga bosen yah sama Cerita…
Assalamualaikum ukhti dan akhi kawan #GengBeda. Balik lagi nih sama Nisa si remaja masjid yang…