Terkadang, menyindir suatu hal yang paling menyenangkan. Kalau kita lihat dari makna ‘menyindir’ itu sendiri, ia termasuk dalam kategori kata kerja. Menyindir sama dengan perilaku mencela, mengejek, dan semacamnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Perbuatan ini biasa dilakukan untuk membuat kesal, menjadikan bahan candaan, atau juga bisa menertawai kejadian yang telah berlalu untuk ditertawakan. Menyindir bisa dilakukan dengan ucapan secara langsung atau menggunakan sebuah karya. Seperti yang dilakukan oleh sastrawan Indonesia asal Tasikmalaya, Jawa Timur yang dikenal dengan nama Eka Kurniawan.
Hampir semua bentuk sindirannya dituangkan ke dalam tulisan dan disulap menjadi novel yang tak jarang tidak disukai oleh masyarakat penggila karya sastra. Salah satu sindirian dari Eka Kurniawan yang hingga kini sudah diterjemahkan ke dalam 32 bahasa itu, berjudul Cantik Itu Luka. Novel tersebut diterbitkan pada tahun 2002 yang mengambil latar belakang di masa penjajahan Indonesia. Mengangkat karakter utama yang diberi nama Dewi Ayu, gadis cantik blasteran Belanda-Indonesia yang hidupnya terlilit petaka karena kecantikannya.
Cerita yang ia tuangkan ke dalam novel tersebut, mengajak pembaca untuk tidak lupa bahwa Indonesia pernah mengalami potret kehidupan yang tidak mulus-mulus saja. Jadi, jika hari ini ada yang mengamini masa “enak jamanku, toh?” lebih nyaman daripada masa sekarang, mungkin perlu membaca novel ini berulang kali. Di dalam novel ini terdapat berbagai cerita yang dituangkan Eka Kurniawan. Namun, dalam ulasan kali ini akan fokus pada cerita perempuan dan sedikit sejarah kelam Indonesia. Novel tersebut memiliki alur maju mundur yang hampir semua jalan ceritanya berhubungan dengan Dewi Ayu. Seperti sengaja, Eka Kurniawan terus menerus menceritakan keadaan perempuan pada zaman itu. Perempuan yang hanya dijadikan sebagaii budak nafsu libido laki-laki. Tidak hanya Dewi Ayu yang menjadi perempuan penghibur dan budak seksual di Kamp pada zaman tersebut, tetapi juga ada perempuan-perempuan yang berasal dari keluarga baik-baik.
Di tengah situasi peperangan yang mencekam, Dewi Ayu harus menerima nasib untuk tinggal di kamp perang dan memuaskan birahi para petugas sipir demi mendapatkan dokter untuk mengobati Ibunya Ola, temannya di dalam Kamp. Meski begitu, Ibunya sudah meninggal lebih dulu sebelum dokter memeriksanya. Di dalam novel tersebut jelas menggambarkan bahwa perempuan tidak diberikan kesempatan untuk mengambil sikap dan memutuskan. Bisa dibayangkan sistem patriarki saat itu membuat Dewi Ayu terpaksa menjalani hidupnya yang nelangsa di dalam Kamp. Bagaimana sistem patriarki hari ini? Jangan ditanya, tapi dilawan. Ok?
Sudah kebayang sindirannya Eka Kurniawan, belum?
Eka Kurniawan sangat pandai merangkai narasi demi narasi untuk menggambarkan paras cantik Dewi Ayu. Jika dibaca dengan seksama, Dewi Ayu merupakan sosok yang dapat dibilang hampir sempurna. Eka Kurniawan cukup berhasil untuk mengajak pembaca berimajinasi tentang kecantikan Dewi Ayu. Secara tidak langsung, Eka Kurniawan menyentil hati dan cara pandang pembaca tentang kecantikan. Bahwa kecantikan itu tentang bagaimana seseorang menilai sesuatu berdasarkan standar pribadi masing-masing. Artinya, kecantikan tidak bisa menjadi ukuran umum karena setiap orang memiliki standar kecantikan masing-masing. Kira-kira begitu pesan moralnya.
Sudah tersindir, belum?
Selain menyoal kecantikan yang seharusnya membuat pembaca sadar bahwa itu hanyalah konstruksi sosial dan perempuan tidak bisa melulu selalu dinomorduakan, ada pesan lainnya yang dapat membuat pembaca tercengang ketika membacanya. Berikut potongan narasi yang mungkin bisa memutar ingatan atau penasaran ingin lebih tahu banyak tentang sejarah kelam Indonesia:
Semua laporan tampaknya begitu simpang-siur, dan satu-satunya informasi yang bisa didapat hanyalah radio yang sama sekali tak bisa dipercaya, sebab sejak pagi mereka melaporkan hal yang sama seolah itu telah direkam dan kasetnya diputar berulang-ulang. Telah terjadi kudeta yang gagal dari Partai Komunis karena tentara segera menyelamatkan negara dan mengambil-alih-kekuasaan untuk sementara. Laporan baru datang: Presiden berada dalam tahanan rumah. Semuanya serba membingungkan. (hal. 302).
Halo Kawan #GengBeda! Ketemu lagi dengan Sesa dan Pedro. Kami ingin ngobrol bareng kamu, nih,…
Jumat malam Gema, Sesa, Pedro, Nisa dan Ibnu janjian virtual meeting seperti wiken-wiken sebelumnya. #GengBeda…
Assalamualaikum ukhti dan akhi kawan #GengBeda. Nisa pusing banget, nih. Data dan fakta tidak cukup…
Halo kawan #GengBeda! Ketemu lagi bareng Sesa di musim Cancer ini. Katanya sih goncangan hidup…
Assalamualaikum ukhti dan akhi! Balik lagi bersama Nisa nih, semoga ngga bosen yah sama Cerita…
Assalamualaikum ukhti dan akhi kawan #GengBeda. Balik lagi nih sama Nisa si remaja masjid yang…