Assalamualaikum, Ukhti dan Akhi
Setuju dong sama aku kalo perbedaan itu nyata, tapi kita perlu bijak untuk menyikapinya. Hal nyatanya yaitu kejadian viral di Twitter beberapa hari lalu, tentu itu agak “asing” dan berbeda dengan yang kita tahu selama ini. Jadi beberapa hari lalu, aku sedang asyik main Twitter lalu aku membaca utas tentang pelecehan seksual di Surabaya. Aku sangat geram dengan kelakuan Gilang yang manipulatif.
Aku ceritakan secara singkat ya, mungkin ada yang belum tahu. Gilang adalah seorang pelaku pelecehan seksual dengan modus penelitian. Ia mendekati banyak orang yang lebih muda darinya untuk diajak menjadi subjek penelitian namun berujung pelecehan seksual. Ia menggunakan metode penelitian sebagai cara untuk menggapai hasrat seksualnya dan itu sangat gak manusiawi.
Kasus Gilang juga menimbulkan kemarahan pengguna media sosial setelah salah satu korban menceritakan kronologi tindakan pelaku di utasan platform Twitter. Sekali lagi, aku mau mengajak Ukhti dan Akhi menyadari bahwa perbedaan itu nyata, namun kita perlu bijak menyikapinya. Aku harus marah dengan bijak. Aku marah dengan kelakuan Gilang yang telah melakukan pelecehan seksual, bukan karena fantasi seksualnya. Sebab, keduanya merupakan hal yang berbeda loh ya Akhi dan Ukhti.
Aku banyak melihat gunjingan warganet yang mengesankan fetish pelaku pada kain jarik itu hal yang menjijikan, terlebih lagi media membingkai kasus tersebut dengan bahasan orientasi seksualnya bukan tindakan pelecehannya. Mari cermati dengan bijak yuk, Ukhti dan Akhi. Bahwasannya pelecehan seksual dan fantasi seksual bukanlah hal yang sama.
#KupasTuntas Pelecehan Seksual dan Fantasi Seksual
Tindakan Gilang adalah pelecehan seksual, yang mana merupakan salah satu jenis dari kekerasan seksual. Nah, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendefinisikan pelecehan seksual sebagai tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban. Tindakan ini disebut pelecehan seksual ketika orang lain yang sedang bersama kita, secara langsung atau gak, merasa gak nyaman ketika diajak untuk melakukan aktivitas seksual. Itulah yang dilakukan oleh pelaku Gilang kepada korbannya dengan modus penelitian.
Nah, seharusnya kita fokus pada tindakan pelecehan seksualnya, karena fetish termasuk dalam fantasi seksual yang merupakan hal biasa dialami oleh manusia. Fetish itu sendiri adalah kondisi ketika seseorang merasakan rangsangan seksual ketika bertemu atau melihat benda mati. Sedangkan fantasi seksual merupakan imajinasi tentang hal-hal seksual yang dapat membuat seseorang bergairah atau horny. Fantasi seksual yang dibayangkan bisa berhubungan dengan objek seksual dan non-seksual. Terlebih lagi, fantasi seksual gak hanya dapat dibayangkan, bisa juga dilakukan dengan pasangan atau sendiri berasaskan persetujuan. Tentu saja hal itu merupakan sesuatu yang manusiawi dan gak akan menurunkan derajat diri sebagai manusia serta menandakan kalo manusia ya memang makhluk seksual. Semuanya bisa berfantasi seksual dengan catatan harus sadar dan terkontrol.
Justin Lehmiller dalam video yang pernah kutonton tentang seksualitas di Netflix memberikan hasil surveinya. Lehmiller ini peneliti yang fokus pada topik seksualitas. Hasil surveinya mengatakan bahwa 97% orang dewasa dari 4.200 orang Amerika dari 50 negara bagian, dengan rentang usia 18-87 tahun dari ragam identitas gender, orientasi seksual, demografi, serta pandangan politiknya melakukan fantasi seksual. Dalam kasus Gilang, kain jarik merupakan benda mati yang dapat merangsang hasrat seksual Gilang. Sehingga, kain jarik gak bisa dipermasalahkan atau dijadikan bahan gunjingan dalam kasus Gilang. Ini hal yang menarik dalam seksualitas dan jarang banget diobrolin secara terbuka. Makanya perlu di #KupasTuntas!!
Di dalam video yang sama, Lehmiller mengatakan bahwa setiap orang, apapun gendernya, pernah atau bahkan selalu melakukan fantasi seksual. Di sana juga ada penjelasan dari psikolog yang fokus pada perkembangan orientasi seksual, Lisa M. Diamond mengatakan bahwa seringkali fantasi seksual seseorang berisi tentang hal-hal yang tabu, yang gak bisa diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari, dan bukan berarti kita menginginkannya dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun begitu, setiap diri memang harus selalu sadar ketika berfantasi seksual karena akan menjadi bumerang ketika apa yang diinginkan gak tercapai.
Maksudnya bumerang gimana nih? Misalnya, seseorang berfantasi untuk melakukan aktivitas seksual bersama pasangan dengan menggunakan lilin sebagai pendorong hasrat seksualnya. Lilinnya menjadi penghangat ruangan atau bayangan di dinding gitu yaa misalnyaaa. Nah, di satu ketika dapat dilakukan dan kemudian sulit dilakukan pada kesempatan lain. Apabila seseorang gak bisa mendapatkan yang diinginkan dari fantasinya, hal ini akan menyebabkan bumerang kepada diri sendiri berupa gangguan mental seperti stress atau depresi. Maka penting untuk selalu sadar, kontrol diri, dan berkomunikasi dengan pasangan apabila melakukannya dengan orang lain.
Kembali ke topik pembahasan Gilang si pelaku pelecehan seksual dengan modus penelitian. Pelaku memiliki fantasi seksual terhadap kain jarik (benda non-seksual) yang dibalutkan ke objek seksual (dalam hal ini subjek penelitiannya). Seharusnya, fokus yang perlu banget diangkat adalah tindakan pelecehan seksualnya, karena karena there’s nothing wrong with your sexual fantasies. Itu hal yang manusiawi meskipun sering dianggap aneh dan unik. Setiap orang bisa dan boleh melakukan fantasi seksual dengan catatan gak membahayakan diri sendiri (seperti yang aku tuliskan di paragraf sebelumnya) terlebih lagi orang lain.
Selain itu, perlu banget nih kita catat dalam pikiran, bahwa setiap orang yang apabila secara terbuka mengatakan kalo dirinya memiliki gangguan mental sekalipun, belum tentu akan melakukan tindakan pelecehan seksual. Tindakan pelecehan seksual terjadi bukan karena seseorang mempunyai sesuatu hal yang dianggap “aneh”, dan bukan karena orientasi seksualnya. Namun, pelecehan seksual terjadi karena memang ada niat jahat dari pelaku untuk merendahkan dan merugikan korban. Makanya penting untuk kita belajar seksualitas secara menyeluruh. Yok.. bisa yookk… kurikulum pendidikan Indonesia memberikan materi seksualitas dengan lengkap.
Ohiya! Untuk menghindari hal-hal serupa seperti yang dilakukan oleh pelaku Gilang, perlu perhatian kita bersama terhadap keadaan sekitar yang semakin mencengangkan. Ini ada tips dari SAFEnet untuk menghindari potensi Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO).
Sumber:
- Netflix, Sex Explained
- Dinda Silviana Dewi, “Soal Kasus “Kain Jarik”: Apa Bedanya Fetish dan Fantasi Seksual”, tirto.id, diakses pada 3 Agustus 2020, melalui https://tirto.id/soal-kasus-kain-jarik-apa-bedanya-fetish-dengan-fantasi-seksual-fUCx
- Komnas Perempuan