Assalamualaikum ukhti dan akhi kawan #GengBeda. Nisa pusing banget, nih. Data dan fakta tidak cukup meyakinkan Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat untuk segera mengesahkan RUU P-KS (Rancangan Undang-Undangan Penghapusan Kekerasan Seksual). Meskipun sudah disodorkan berbagai data dan fakta akurat terkait peningkatan jumlah kasus kekerasan seksual selama pandemi, para petinggi yang katanya mewakili rakyat (baca: tapi nggak tahu rakyat yang mana) masih tidak bergeming dan bahkan malah membantah ina ini. RUU P-KS menghalalkan dan melegalkan zina. RUU P-KS bawa kepentingan asing. RUU P-KS berkaca pada feminis barat. RUU P-KS sumber biang kerok pendosa. Daannnn masih banyak lagi tuduhan-tuduhan lain yang tak berdasar nih, kawan #GengBeda. Contohnya tuduhan dari AILA (Aliansi Cinta Keluarga Indonesia).
Coba deh kawan #GengBeda ntar ikutan sekali-kali kalau ada RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) lagi. Contohnya RDPU yang tim Beda Itu Biasa ikutin pada hari Rabu, 13 Juli 2021 lalu. Meskipun para narasumber yang bertindak sebagai pemapar data dan fakta sudah menjelaskan segamblang dan seobjektif mungkin, di akhir RDPU dimana mestinya bisa menjadi ajang untuk klarifikasi dan tanya jawab, malah menjadi ring tinju penyerangan bertubi-tubi dari para anggota Baleg (Badan Legislatif). Semua penanya adalah laki-laki yang membusungkan dada mereka dengan kebanggan patriarki dan misogininya. Ada satu perempuan yang ikut menanggapi yaitu Desy Ratnasari, namun sangat disayangkan malah keberpihakannya tidak pada perempuan. Penyerangan yang mereka lakukan pada dasarnya tidak berdasar. Mereka terlihat seperti baru bangun tidur dan sama sekali belum mendengarkan paparan para narasumber yang didasarkan fakta ilmiah, ilmu hukum, ajaran agama, dan juga pengalaman pendampingan psikologis bagi korban.
Nisa gemes banget sama tuan-tuan Dewan yang harusnya merhatiin pemaparan narasumber-narasumber di RDPU 13 Juli kemarin. Banyak sekali poin penting yang para narasumber telah sampaikan misalnya:
-
- Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof. DR. Topo Santoso menjelaskan bahwa bahkan negara yang hampir gagal seperti Sierra Leone saja punya norma hukum yang mengatur kejahatan seksual, The Sexual Offences Act. Perbandingan seperti ini perlu agar para anggota Baleg bisa terbuka pikirannya dan terketuk nuraninya bahwa Indonesia sedang darurat dan benar-benar membutuhkan pengesahan RUU P-KS.
- Sebagaimana yang sudah disebutkan berulang-ulang bahwa RUU P-KS tidak bertentangan dengan agama, bukan hanya Islam, namun agama-agama besar yang ada di Indonesia. Sebelumnya sudah ada banyak diskusi dan dialog lintas agama oleh para pemimpin dan pemuka agama yang mendukung. Namun isu agama masih gencar digunakan untuk menjegal. KUPI (Kongres Ulama Perempuan Indonesia) yang diwakili oleh Ketua Pengarah Badriah Fayumi menekankan bahwa, “RUU P-KS penting ada sebagai implementasi tauhid dan akhlak mulia.” Ini sejalan dengan yang disampaikan DR. Nur Rofiah, M. Sc, Dosen Paskasarjana Perguruan Tinggi Ilmu Qur’an (PTIQ) Jakarta yang menekankan pentingnya RUU P-KS dengan dikaitkan pada sejarah lahirnya Islam sebagai pembebasan perempuan dari zaman jahiliyah (masa kebodohan) dimana perempuan hanya dijadikan objek kepemilikan dari ayahnya, lalu suaminya, bahkan majikannya jika ia sebagai budak di masa itu. Sebelumnya Siti Aminah Tardi, Komisioner Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan dari Komnas Perempuan juga menegaskan bahwa, “Tidak ada satu pun pasal di dalam RUU P-KS yang menyatakan zina.
Terakhir nih, kawan #GengBeda. Ada 2 hal yang mau Nisa sampaikan dan TEGASKAN terkait ulang tahun ke-5 RUU P-KS ini.
-
-
- RUU P-KS Kok Nggak Lekas Disahkan Padahal Angka KS (Kekerasan Seksual) Melonjak Selama Pandemi?
Menurut Rika Rosvianti, pendiri perEMPUan serta anggota Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (Kompaks) dan Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA), hal ini karena masih luasnya pandangan bahwa membicarakan dan mengedukasi apapun terkait seksualitas adalah tabu. Kemudian salah paham, mitos-mitos, serta hoaks yang terus digencarkan oleh para buzzer mudah sekali tersebar luar. Kondisi ini diperparah dengan adanya sentimen dari kelompok agama khususnya yang konservatif dan anti HKSR melabeli bahwa RUU P-KS terlalu liberal. Cara ini sering digunakan untuk menggoreng dan mengusung suara masa pada pemilu dan juga pilkada. Lalu, RUU P-KS dianggap tidak mewakili masyarakat luas karena berbeda dengan RUU Cipta Kerja yang dianggap lebih penting dan lebih memberikan pengaruh langsung secara ekonomi. Dalih terakhir adalah susah dipahaminya draft RUU P-KS yang padahal sudah dibuat sebaik mungkin oleh Komnas Perempuan dan jaringan pendukungnya agar bisa dipahami siapa saja termasuk yang tidak memiliki dasar pengetahuan hukum.
Menurut Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Pribudiarta Nur Sitepu, angka kekerasan selama pandemi Covid-19 sangat tinggi dengan jumlah kekerasan pada perempuan meningkat dari 1.913 kasus menjadi 5.551 kasus. Belum lagi kekerasan pada anak yang tercatat dari 2.851 kasus naik menjadi 7.190 kasus. Selama ini kasus kekerasan seksual hanya merujuk pada 3 undang-undang yaitu UU PKDRT, UU Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan UU Perlindungan Anak. Namun kesemuanya masih sangat terbatas baik dalam menjerat pelaku dan melindungi korban termasuk menjamin pemulihan korban. Bukan hanya itu, pendefinisian pemerkosaan juga sangat sempit dan problematik. Ditambah lagi pencabulan yang hanya dibatasi sebagai kekerasan seksual fisik. Selanjutnya, KBGO (Kekerasan Gender Berbasis Online) juga belum ada payung hukumnya. Terakhir, kekerasan dalam ikatan pernikahan seperti marital rape juga belum diatur dengan jelas. Perlindungan korban di bawah usia 17 tahun juga belum jelas.
- RUU P-KS Kok Nggak Lekas Disahkan Padahal Angka KS (Kekerasan Seksual) Melonjak Selama Pandemi?
-
-
-
- Aspek Apa Saja Sih yang Dibahas di dalam RUU P-KS?
Ada 2 hal penting di dalam RUU P-KS. Pertama, RUU P-KS mengatur 9 jenis kekerasan yaitu: pelecehan seksual, pemerkosaan, eksploitasi seksual, pemaksaan aborsi, pemaksaan perkawinan, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan pelacuran, penyiksaan seksual, dan perbudakan seksual. Kedua, RUU P-KS memiliki 6 elemen penting yang menjadi substansi utamanya termasuk aspek pencegahan, pendampingan, dan pemulihan korban.
- Aspek Apa Saja Sih yang Dibahas di dalam RUU P-KS?
-
-
-
- Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk mendukung dan mendorong pengesahan RUU P-KS1.
1. Pastikan bahwa diri kita bukan pelaku kekerasan, apalagi kekerasan seksual.
2. Pastikan kita mendukung dan membantu korban, bukan menyalahkan korban.
3. Pastikan kita terus mencari informasi ter-update sebanyak-banyaknya soal kekerasan seksual dan membagikannya ke orang-orang terdekat.
4. Pastikan kita tidak segan atau malu untuk menunjukan dukungan.
- Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk mendukung dan mendorong pengesahan RUU P-KS1.
-
YUK BISA YUK DIKEBUT YUK NGESAHINNYA! 🙂
Penulis: Isti Toq’ah
Sumber:
Alfian Putra Abdi, “Ulama Perempuan Indonesia Dukung RUU PKS: Semua Bentuk KS itu Haram,” Tirto.id, diakses pada 19 Juli 2021 melalui https://tirto.id/ulama-perempuan-indonesia-dukung-ruu-pks-semua-bentuk-ks-itu-haram-ghGY
Amanda Rahmalia, “Henri Shalahuddin: RUU P-KS Manipulatif dan Penuh Jebakan,” AILA (Aliansi Cinta Keluarga Indonesia), diakses pada 19 Juli 2021 melalui https://cintakeluarga.org/henri-shalahuddin-ruu-p-ks-manipulatif-dan-penuh-jebakan/
Fitria Chusna Farisa, “Komnas Perempuan: Tak Ada Satu Pun Pasal dalam RUU PKS yang Legalkan Zina,” Kompas.com, diakses pada 19 Juli 2021 melalui https://nasional.kompas.com/read/2021/06/24/18503061/komnas-perempuan-tak-ada-satu-pun-pasal-dalam-ruu-pks-yang-legalkan-zina
Friski Riana, “PKS Sebut Isi RUU PKS Menghindari Logika Agama,” Tempo.co, diakses pada 19 Juli 2021 melalui https://nasional.tempo.co/read/1447116/pks-sebut-isi-ruu-pks-menghindari-logika-agama
“Live Streaming – Baleg DPR RI RDPU RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (13 Juli 2021),” YouTube, diakses pada 19 Juli 2021 melalui https://www.youtube.com/watch?v=YdqGl_pEeZk
Luviana, “Debat RUU PKS; Dianggap Produk Barat, Padahal Aktivis Perjuangkan RUU untuk Korban,” Konde.co, diakses pada 19 Juli 2021 melalui https://www.konde.co/2021/07/ruu-pks-dianggap-produk-feminis-barat-padahal-dibuat-untuk-perjuangkan-korban.html/
Nicholas Ryan Aditya, “Kaget Dengar Sierra Leone Punya UU Pidana Seksual, Anggota DPR: Indonesia Tunggu Apalagi?” Kompas.com, diakases pada 19 Juli 2021 melalui https://nasional.kompas.com/read/2021/07/13/19302611/kaget-dengar-sierra-leone-punya-uu-pidana-seksual-anggota-dpr-indonesia
Siti Parhani, “5 Hal yang Harus Kamu Ketahui tentang RUU PKS,” Magdalene.co, diakses pada 19 Juli 2021 melalui https://magdalene.co/story/5-hal-yang-harus-kamu-ketahui-tentang-ruu-pks