Assalamualaikum, Akhi dan Ukhti…
Epic! Lagi… dan lagi…, Pemerintah dan DPR RI memanfaatkan masa genting pandemi COVID-19 ini untuk membahas RKUHP. Pastinya kita semua senang kalo RKHUP menjadi rencana kerja prioritas yang akan dibahas di tahun 2020 ini. Tapi ya gak di masa bencana nasional seperti sekarang juga, kan? Sama seperti halnya memikirkan kesehatan masyarakat, membahas RKUHP perlu dipikirkan matang-matang untuk kemaslahatan semua umat dan gak mengenyampingkan pelibatan masyarakat. Sayangnya, berkat dorongan Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Yasonna Laoly, DPR RI malah melanjutkan pembahasan RKUHP yang yang terakhir dibahas pada September 2019 dan telah dibahas di bulan April 2020 lalu. Pada saat itu DPR RI gak melibatkan kelompok masyarakat untuk #KupasTuntas bersama pasal-pasal yang bermasalah. Padahal, hasil pembahasan di tahun 2019 aja belum diketahui masyarakat luas dan menghasilkan pasal-pasal ngawur seperti yang pernah aku bahas di sini. Sungguh terlalu ya Akhi dan Ukhti~
Kabar-kabarnya nih… RKHUP akan dibahas lagi dalam waktu dekat. Bener-bener dah ya, gak peduli dengan kepentingan rakyat di masa corona yang gak pasti gini. Berdasarkan informasi yang aku baca dari media nasional, kalo “Anggota Komisi III DPR RI meminta Kemenkumham untuk segera melanjutkan pembahasan RKUHP dan RUU Permasyarakatan (RUU PAS). Permintaan Anggota Komisi III DPR RI ditanggapi dengan pasif agresif nih sama Menkum HAM. Bapak Menkum HAM mengatakan kalo akan menunda pembahasan RKUHP, namun jika mau melanjutkan bisa mengirimkan surat dulu kepada Presiden RI. Seperti yang dilansir Kompas.com, “Saya siap saja, tapi saya tentu akan minta persetujuan Presiden. Enggak mungkin ujug-ujug, karena sebelumnya ada hal yang diputuskan sendiri oleh Presiden dalam rapat untuk tidak dilanjutkan sementara. Jadi, saya akan secara resmi minta arahan ke Presiden.”
Seperti biasa, Pemerintah dan DPR RI bekerja tuntas dengan gak memikirkan kepentingan warganya malah memanfaatkan keadaan. Akhi dan Ukhti pasti setuju kalo pandemi ini sangat membatasi ruang gerak kita semua. Tentunya kelompok masyarakat juga merasa demikian, sehingga sulit untuk terlibat penuh dalam pembahasan RKUHP. Artinya, masyarakat telah mengindahkan peraturan pemerintah untuk melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Seharusnya yang memberi peraturan juga bekerja secara maksimal dalam mencari solusi atas wabah corona ini dong! Bukan malah menciptakan potensi-potensi kriminalisasi dengan melanjutkan pembahasan RKUHP terburu-buru. Bukan hanya gak maksimal untuk terlibat secara penuh dalam pembahasan RKUHP, kelompok masyarakat juga takut untuk mengakses layanan-layanan kesehatan. Makanya #dirumahaja.
Berdasarkan rilis yang dibuat oleh Koalisi Peduli Kelompok Rentan Korban Covid-19 (PEKAD) yang mengacu pada riset dari United Nations Populations Fund (UNFPA), diperkirakan akan terjadi 11,4-20,7 juta kehamilan yang tidak direncanakan (KTD) pada tahun 2020-2021 di Asia-Pasifik. Pada masa seperti ini, KTD akan meningkat karena orang-orang mengindahkan peraturan PSBB untuk #dirumahaja. Sehingga mengurungkan niat untuk mengakses layanan kesehatan dan menunda untuk memberikan informasi tentang alat pencegah kehamilan. Akhi dan Ukhti, kalian perlu tahu juga kalo ada loh petugas kesehatan dan relawan yang aktif menjangkau masyarakat untuk memberikan informasi tentang penggunaan alat kontrasepsi sebagai bentuk pencegahan dari aktivitas seksual berisiko. Namun lagi dan lagi, PSBB membatasi ruang gerak kita semua demi terciptanya kesehatan bersama yang nyatanya ada hal-hal terlupakan di dalam penjagaan kesehatan itu sendiri. Lagi nih, apakah Pemerintah dan DPR RI memikirkan sejauh itu sebelum buru-buru mengesahkan RKUHP di masa pandemi ini?
Menyambung riset dari UNFPA dan isi RKUHP ngawur. Aku mau #KupasTuntas yang lebih spesifik tentang pemberian informasi alat untuk mencegah kehamilan atau kontrasepsi yang dimasukan dalam RKUHP, sebelumnya aku sudah bahas sedikit di sini. Pasal 414-416 dalam RKUHP mengatakan akan meminta denda sebesar Rp 1.000.000 kepada orang yang memberikan informasi tentang alat kontrasepsi. Lebih spesifik seperti ini:
- Promosi dan pemberian informasi tentang alat pencegahan kehamilan hanya dapat dilakukan oleh petugas dan relawan yang diberi izin oleh lembaga pemerintah terkait. Padahal pasal tersebut pernah ada dan dihapuskan oleh Jaksa Agung pada tahun 1978 dan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) pada tahun 1995. Pasal tersebut dihapuskan karena gak sejalan dengan program Keluarga Berencana (KB) dari Pemerintah. Hasil dari penghapusan pasal tersebut juga didukung dengan adanya UU No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera yang harus didukung oleh masyarakat dalam program KB. Jadi, Ibnu setuju dengan Koalisi PEKAD kalo pasal 414-416 dalam RKUHP akan disahkan maka akan berpotensi memberikan hukuman kepada 23.500 petugas sosialisasi KB dan 569.477 kader kesehatan yang sudah terlatih untuk memberikan informasi aktivitas seksual berisiko dan alat kontrasepsi kepada masyarakat luas.
- Pasal ini akan melanggar hak anak dalam menerima informasi kesehatan yang dijamin oleh Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak-Hak Anak. Sebab memberikan pengetahuan baru merupakan tugas semua orang, tanpa terkecuali. Maka guru, orang tua, kader kesehatan, pendidik sebaya, tokoh agama, dan tokoh masyarakat dengan pemahaman yang sesuai, memiliki kesempatan untuk memberikan informasi terkait alat kontrasepsi sebagai bentuk pendidikan seksualitas yang lengkap. Di samping itu, upaya memberikan informasi terkait alat kontrasepsi sama dengan menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia.
Saat ini pemerintah sudah mewanti-wanti kalo kita harus menghadapi wabah corona ini dengan sebutan “new normal”. Mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak gak cukup menghindarkan kita dari penyakit menular loh wahai saudara saudariku. Perlu juga untuk tetap menginformasikan bahwa terdapat penyakit menular yang berpotensi menggerogoti tubuh seperti misalnya infeksi menular seksual (IMS), terutama bagi individu-individu yang aktif secara seksual. Informasi kesehatan harus dilakukan secara menyeluruh yang meliputi seluruh bagian tubuh dan hal itu dapat dilakukan oleh siapa saja dengan pengetahuan yang mumpuni. Makanya, apabila RKUHP disahkan tanpa dialog terbuka dengan masyarakat dan pertimbangan yang matang terkait pasal 414 dan 416, bagaimana bisa menciptakan generasi berkualitas jika kehamilannya tidak direncanakan atau warga negaranya rentan menularkan penyakit. Jadi, ayo Akhi dan Ukhti semua…. Kita #gerakbersama untuk mengawal RKUHP dan mendorong Pemerintah serta DPR RI untuk terus #KupasTuntas RKUHP bersama masyarakat luas sebelum mengesahkannya!
#TolakRKUHPNgawur #ReformasiDikorupsi #KupasTuntas #SemuaBisaKena #StopKekerasanBerbasisGender
Sumber :
“Saat DPR Desak Kemenkumham Lanjutkan Pembahasan RKUHP dan RUU PAS”, Kompas.com.
“Sudah Jadi Korban Masih Terancam Dipidana: Potensi Over-Kriminalisasi dan Diskriminasi pada Pasal Kontrasepsi dan Aborsi dalam RKUHP”, Reormasikuhp.org.