Pilih Laman

Annisa dan Keresahannya

10 Jun, 2020

Sebagai seorang perempuan muda yang penuh dengan rasa penasaran, semua hal ingin aku pelajari. Terutama tentang diri sendiri sebagai perempuan. Aku biasa dipanggil Nisa, itu kependekan dari Annisa. Sekarang aku menjadi mahasiswi di sebuah perguruan tinggi dan tergabung dalam pers mahasiswa. Saat berada di kampus atau di luar rumah, aku merasa begitu bebas. Aku bisa mengatakan apa yang aku tahu dan beradu pendapat dengan kawan-kawan di dalam kelompok kajian di kampus. Aku tergolong aktif dalam mengikuti kajian, terutama kajian gender. Isu pertama yang membuat aku tertarik untuk mengikutinya. Hal itu dikarenakan aku merasa terganggu jika ayah selalu mengomentari tindakan bunda dan aku sebagai perempuan di rumah.

Aku merasa ayah terlalu mengikuti kemauannya.  Seringkali beliau menuntutku dan bunda untuk selalu mengiyakan opininya. Aku memang tidak membantah, karena aku sayang ayah. Aku memiliki cara sendiri untuk dapat berdiskusi dengan ayah tentang peran dan hubungan di dalam keluarga. Ayah adalah orang yang religius dan patuh pada ajaran Al-Qur’an di dalam setiap pernyataan, sikap, serta perbuatannya. Sehingga sering luput dengan kondisi terkini. Sedangkan bunda, perempuan ulet dan cerdas yang memiliki pegangan untuk mengabdi pada keluarga serta menganggap ayah sebagai penuntun surga. 

Meski begitu, bunda adalah sosok teman dan pendukung garis depan. Ia selalu mendukung apa yang ingin aku ikuti atau kerjakan. Bunda bilang, sebagai perempuan harus memiliki banyak pengetahuan. Itulah awal mula aku tertarik dengan isu gender. Ada sesuatu dalam keluargaku yang perlu dikomunikasikan bersama. Hal yang aku pahami kalau gender itu merupakan pembedaan sifat, peran, dan posisi perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh masyarakat dan dipengaruhi oleh sistem kepercayaan, agama, budaya, sosial, etnis, politik, hukum, pendidikan dan ekonomi yang dapat berubah dalam konteks wilayah dan kurun waktu.

Aku berulang kali membaca tentang gender dan ternyata memang banyak sekali definisinya. Namun, satu hal yang aku harus cerna hingga matang adalah konsep gender itu dibentuk oleh masyarakat. Segala hal yang dibentuk oleh masyarakat itulah yang membuat peran laki-laki dan perempuan menjadi setara atau gak. Kalau contoh terdekatku adalah peran ayah dan bunda. Sejak zaman kakek dan nenek moyang selalu mengajarkan kalau laki-laki harus menjadi pemimpin, menjadi individu yang kuat, memiliki pendidikan tinggi, menjadi pemberi keputusan di dalam rumah tangga, dan yang harus bekerja mencari nafkah. Sedangkan perempuan yang dididik untuk diam di rumah, mengurus dapur, dan gak diharuskan untuk mendapat pendidikan tinggi.

Konsep peran laki-laki dan perempuan semacam itu menjadi kebiasaan yang hingga sekarang masih ada di dalam setiap rumah tangga hingga kehidupan sosial di Indonesia. Akhirnya, konsep peran antara laki-laki dan perempuan yang seharusnya memiliki kesempatan yang sama, menjadi timpang karena salah kaprah atas sistem pengajarannya. Namun, bukan berarti gak bisa diubah. Begitulah konsep peran dan relasi yang dipahami oleh ayah. Beliau memahami kalau peran perempuan itu dimuliakan dengan cara menjaga apa yang dilakukan oleh perempuan itu sendiri. Makanya gak jarang ayah sering mengomentari dengan sedikit marah kepada bunda jika beliau melakukan sesuatu yang gak sesuai pemahaman ayah, hingga gak mengizinkan bunda untuk bekerja di kantoran. Hmmm… 

Meski aku seringnya gak sepaham dengan ayah dan selalu membela bunda ketika dikomentari olehnya, bukan berarti aku gak suka dengan semua argumentasi ayah yang selalu menyelipkan ayat atau hadits. Semua yang ayah katakan membuatku tertantang dengan pengetahuan yang aku miliki. Semua pengetahuan yang aku dapatkan salah satunya adalah saat berkumpul dengan ukhti-ukhti di pengajian “Ya Salaam!”, salah satu kelompok pengajian sekaligus komunitas yang selalu mendukung perempuan-perempuan dalam kehidupan sosial.

Di sana, selain rutin mengadakan pembacaan Al-Qur’an dengan sistem One Day One Juz atau disingkat ODOJ, kita juga mempelajari kepemimpinan perempuan, kekerasan terhadap perempuan, hak dan kewajiban perempuan, dan lainnya. Di dalam “Ya Salaam!” gak cuma belajar dan mengaji, tetapi juga menjadi tempat aman untuk semua perempuan berkeluh kesah. Semua yang aku pelajari di sana sering aku jadikan bahan tulisan atau diskusi bersama teman-teman pers mahasiswa di kampus. Aku senang bisa produktif, setidaknya itu yang diinginkan ayah dan bunda meski mereka selalu mengingatkan kalo hidup itu cuma sementara maka jangan tinggalkan sholat. Aku setuju.

Lanjut cerita tentang ketertarikanku dengan isu gender. Kalian sudah pernah nonton Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini atau NKCTHI? Bagi yang belum, bisa lihat ulasan Pedro dari #GengBeda di sini . Aku mengenal ceritanya dari buku inspiratif karya Marchella FP.  Pedro juga menulis ulasan bukunya, ada di sini. Ada apa tentang NKCTHI dan aku? Secara mendalam, film NKCTHI membahas tentang peran gender di dalam keluarga.

Aku gak akan membahas tentang film NKCTHI lagi di sini, namun aku akan bahas tentang pesan yang ada di dalam film terkait peran gender yang gak setara. Peran gender yang gak setara berpotensi memicu tindakan kekerasan berupa verbal, fisik, atau seksual. Cerita dari NKCTHI sedikit banyak berkaitan dengan aku sebagai perempuan, sebagai anak di rumah, dan sebagai perempuan di kehidupan sehari-hari. Aku jadi berpikir kalau peran gender yang gak setara itu sedikit banyak merugikan perempuan. Ya, contoh terdekatnya adalah bundaku yang selalu diatur ayah.

Sobat Muda, dari situlah aku mengenal isu-isu perempuan dan semakin yakin kalau harus mengambil peran. Semakin aku belajar isu gender, aku semakin banyak belajar tentang isu perempuan. Isu terkini dan sejak dulu kala terjadi adalah kekerasan seksual yang semuanya berawal dari peran gender yang gak setara. Sedikit mengulas, kalo kekerasan seksual semakin terus meningkat dari tahun ke tahun. Di tahun 2018 terdapat 406.178 kasus yang dilaporkan ke Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan meningkat ke 431.471 di tahun 2019. See! Kasus kekerasan terhadap perempuan sering terjadi dan itu beragam bentuknya. Aku akan menceritakan tentang kasus kekerasan perempuan di ceritaku selanjutnya yaaa!

Beranda / Cerita Nisa / Annisa dan Keresahannya

Artikel Lainnya

Kisah Klasik Nisa dan “Si Gemini”

Kisah Klasik Nisa dan “Si Gemini”

Assalamualaikum ukhti dan akhi! Balik lagi bersama Nisa nih, semoga ngga bosen yah sama Cerita Nisa hihihihi. Ngomong-ngomong, gak kerasa ya udah bulan Juni. Udah saatnya kita...

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Share This
Skip to content