Kalian takut nggak sih kalau baca berita soal pelecehan seksual gitu? Apalagi kalau pelecehan seksual itu terjadi di lingkungan pendidikan, semisal sekolah, kampus atau pesantren. Hari ini sudah semakin banyak dan sedihnya masih selalu menyalahkan korban, atau yah kasusnya gak diproses sampe selesai. Lingkungan pendidikan yang seharusnya menjadi tempat aman untuk menuntut ilmu, nyatanya enggak sepenuhnya terbebas dari kasus pelecehan seksual. Bahkan lebih parahnya pelaku pelecehan seksual tersebut bisa dari lingkaran teman, guru, atau pegawai lainnya. Nih, Sesa infoin beberapa kasus pelecehan seksual yang terjadi di sekitar kita. Sesa dapet info-info ini dari nonton berita, baca media online, dan beberapa info yang diceritakan dari teman ke teman.
Yang Pernah Terjadi di Sekolah
Menurut Koalisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI ada 17 kasus pelecehan seksual dengan korbannya 55 anak perempuan dan 34 anak laki-laki dalam rentang waktu Januari-Oktober 2019 di sekolah. Korban pelecehan seksual di sekolah paling banyak berasal dari tingkat SD, karena anak usia SD mudah diiming-imingi dan diancam oleh pelaku yang sebagian besar adalah gurunya.
Kasus pelecehan seksual di tingkat SD terjadi di Yogyakarta. Ada 12 siswi yang menjadi korban pelecehan seksual oleh guru berinisial SPT. Pelecehan ini terjadi di dua tempat yaitu di UKS dan di sebuah tenda saat kegiatan perkemahan. Menurut info yang Sesa baca, ceritanya begini, SPT meraba dan menyentuh alat kelamin para korbannya. Setelah itu korban diancam tidak lulus dan mendapat nilai C, jika mereka menceritakan pelecehan itu kepada orang lain. SPT mendapat sanksi pemberhentian sementara sebagai PNS setelah ditetapkan sebagai tersangka. Jahat banget kan, pelakunya. AAASSSSSSSStagfirullah~
Belakangan juga ada kabar jika pelecehan seksual terjadi pada 7 siswi di sebuah SMP di Yogyakarta. Pelecehan terjadi saat kegiatan perkemahan. Pembina pramuka di sekolah itu merayu dan membujuk korban dengan uang. Di antara 7 siswi, ada yang dicium hingga diraba oleh pelaku. Belum ada sanksi dari sekolah kepada pelaku, tapi kasus ini sudah diserahkan kepada pihak kepolisian. Hadeeuuhhh! Sesa geregetan nih sama orang-orang yang otaknya cuma mikir enak.
Bukan hanya di sekolah formal, di pesantren daerah Jombang juga muncul dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh pengajar di sana. Seorang santriwati dilecehkan oleh MSA saat menjadi relawan di balai kesehatan pada tahun 2017. Sayangnya kasus tersebut lamaaaa banget diproses. Ini bisa jadi sih, karena si MSA itu pengurus sekaligus putra dari kyai pengasuh pondok pesantren. Hmm tapi akhirnya kepolisian sudah menetapkan MSA sebagai tersangka.
Yang Pernah Terjadi di Kampus
Sementara di kampus, tentu saja sebagian dari kita mungkin sudah tahu. Kasus ini menggemparkan jagat Indonesia pada tahun 2019. #AkuAgni #KitaAgni pun meramaikan media sosial dan langkah-langkah kaki mahasiswa/i Universitas Gajah Mada masih terekam di ingatan Sesa. Agni yang sedang melakukan program Kuliah Kerja Nyata bersama teman-teman kampus yang sama harus mengalami pengalaman yang buruk dari teman satu timnya di Pulau Seram, Maluku. Agni diperkosa oleh HS dan sialnya Rektorat UGM justru bersikap tidak tegas seolah melindungi pelaku. Sesa turut sedih banget, banget, dan banget. Agni “kalah” dan dia akhirnya menandatangani kesepakatan antara dirinya, pihak rektorat, dan HS untuk menutup kasus ini sehingga dianggap sudah selesai. Di tangan kepolisian juga kasus Agni tidak mendapatkan kejelasan. Polisi justru menganggap kuat dugaan kalo gak terjadi perkosaan bila memang sudah ada kesepakatan damai. INSANE!!!
Belum jelas ujung kasus Agni, pelecehan seksual di kampus lain juga muncul ke media. RT merupakan mahasiswi baru Universitas Telkom telah dilecehkan oleh seniornya, FGS. Awalnya FGS memaksa RT untuk mengirim foto seksi, tapi RT menolak. Lalu FGS mengajak menonton ke bioskop dan terjadilah serangkaian kekerasan seksual sampai perkosaan. FGS diundang ke sidang himpunan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sungguh Sesa sesali adalah forum hanya menghukum FGS untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf. RT gak mau diam saja dan mencoba untuk membawa kasus ini ke pihak kepolisian agar mendapatkan keadilan. Tindakan RT patut dijadikan contoh nih, Sobat Muda! Meski ia dalam kondisi terpuruk namun tetap semangat untuk bersuara dan membela dirinya hingga mendapat keadilan.
Kita semua harus punya keberanian seperti RT. Sobat Muda semua jangan pernah takut dan merasa sendiri karena ketika kita mengutarakan ketidaknyamanan pasti akan ada yang membantu. Sesa mengajak kalian kenalan dengan kawan-kawan dari SGRC (Support Group and Resource Center on Sexuality Studies). Nah, kawan-kawan SGRC ini merupakan organisasi yang salah satu fokus kerjanya adalah membantu korban pelecehan dan kekerasan seksual di kampus. SGRC juga memiliki sisterhood atau jaringan saudari-saudari yang ada di kampus dan memiliki fokus kerja yang serupa di setiap daerah. Hingga saat ini kelompok ini tersebar di beberapa kampus yaitu SGRC UI, GSHR Udayana, Pad GHRS, Dipo GHRC, Space UNJ, Distraksi UGM, Lavender Study Club (jaringan kampus di Yogyakarta), dan Sweet and Psycho (S&P) UBP Karawang.
Korban Butuh Dampingan, Bukan Ledekan
Sesa paham banget gak gampang jadi korban yang harus stand up and brave untuk mendapatkan keadilan. Namun bukan berarti semua masalah akan selesai kalo disimpan sendiri. Sesa kalo punya masalah akan dinikmati sendiri dengan nonton Netflix dan coklat, awalnya. Itu cara Sesa untuk menenangkan diri. Kemudian Sesa bercerita kepada orang yang percaya dan yakin akan ada untuk Sesa. Oh iya, atau bisa juga bercerita kepada kelompok yang dibentuk untuk menolong korban kekerasan atau pelecehan seksual, seperti SGRC dan sisterhood-nya. Pokonya jangan ke sembarangan orang deh, atau malah ke gebetan yang baru chit-chat di dating apps. Ups! Hehehe
Ini kontak SGRC yang bisa kalian hubungan jika tiba-tiba memerlukannya:
- Website: http://www.sgrcui.org/
- Instagram: https://www.instagram.com/sgrcui/?hl=id
- Twitter: https://twitter.com/SGRCUI
Saksi Butuh Keberanian, Saksi adalah Koentji
Saksi juga gak gampang loh. Sesa tau banget ini. Saksi itu harus memberikan cerita yang sebenar-benarnya, di samping keberadaannya akan terancam juga. Tapi menjadi saksi gak perlu takut kalo emang membela yang benar. Kadang saksi juga menjadi tempat cerita korban sehingga harus bersikap tidak menghakimi dan bersedia membantu yang diperlukan korban. Gak gampangkan? Tapi demi kebaikan!
Sesa mendukung korban dan saksi yang berani! Suara korban berharga dan suara saksi adalah koentji! Yuk, gerak bersama untuk menghapus segala bentuk kekerasan seksual!!!